Sumur Payau, Warga Pandeglang Butuh Air Bersih
Krisis air bersih masih menggelayuti warga Pandeglang, meski lebih dari sebulan lamanya tsunami menghantam wilayah pesisir Selat Sunda.
TRIBUNJABAR.ID, PANDEGLANG - Krisis air bersih masih menggelayuti warga Pandeglang, meski lebih dari sebulan lamanya tsunami menghantam wilayah pesisir Selat Sunda.
Kecamatan Sumur menjadi wilayah terdampak parah, di mana warganya kini masih berjibaku untuk mendapatkan air bersih guna memenuhi kebutuhan harian.
Dari laporan yang dihimpun tim Aksi Cepat Tanggap ( ACT) di lapangan, Kecamatan Sumur sedang mengalami krisis air akibat payaunya sumur warga.
Air tsunami yang membanjiri pemukiman juga masuk ke dalam sumur sumber air bersih warga. Kini, air berubah rasa, tak layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Desa Kertajaya salah satunya.
Salah satu warga Desa Kertajaya, Ohim Pahrudin, mengatakan pascatsunami air di sumur warga berubah rasa.
Sebelumnya, rasa air sumur warga terasa tawar layaknya air bersih. Akan tetapi, tsunami yang menghantam desa tersebut hingga ketinggian mencapai leher orang dewasa, juga merendam sumur warga.
“Air laut masuk ke sumur warga, jadi tercemar, juga kan meresap ke tanah, enggak layak untuk diminum, kalau kata orang sini bilangnya rasa airnya anta (payau),” tutur Ohim, Rabu (27/1/2019).
Sumur tercemar
Siang itu juga Ohim mengajak tim ACT untuk melihat sumur di rumah warga. Jarak sumur di permukiman warga itu dengan tepi pantai tak kurang dari 100 meter jaraknya. Air laut pada petang kelam itu membanjiri Kertajaya hingga merusak beberapa bangunan.
Sumur yang kami datangi berada di rumah Ohim sendiri. Galian sumur serta genangan air yang tak terlalu dalam membuat jelas warna air dari atas. Warna keruh, tak sebening air sumur pada umumnya terlihat. “Di sini sumur enggakterlalu dalam, tapi sudah bisa keluar air,” jelasnya.
Ohim mencoba mengambil air dalam sumur tersebut dengan timba. Saat dirasa dengan ujung lidah, rasa payau langsung terasa. Wajar jika warga tidak memanfaatkan air sumur yang ada di permukimannya untuk konsumsi juga mandi.
“Semua sumur di sini seperti ini rasanya, tidak layak konsumsi, paling warga pakai hanya untuk mencuci piring saja,” tambah Ohim.
Kini, warga pedesaan yang letaknya berbatasan dengan pantai yang terimbas tsunami hanya berusaha mencari sumber air dari tempat lain. Menggali sumur baru pun pernah dilakukan di beberapa lokasi, termasuk oleh Ohim di sekitar rumahnya. Namun, rasa air yang keluar sama saja dengan sumur yang sudah ada: agak asin
Ohim dan warga Desa Kertajaya lainnya saat ini harus berjalan ke arah perbukitan yang ada di belakang desa mereka untuk mengambil air. Lebih kurang 1 kilometer untuk sampai di sungai yang menjadi sumber air sementara warga ini. “Sekarang jauh ambil airnya, mending enggak makan daripada enggak minum,” ungkap Ohim.