Ombak Tsunami Menghantam, Ifan Seventeen Kehabisan Napas & Hilang Harapan: Inilah Rupanya Gue Mati
Bencana tsunami Selat Sunda itu memakan korban yakni istri Ifan Seventeen, Dylan Sahara, dan personel band Seventeen lainnya.
Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi | Editor: Ravianto
TRIBUNJABAR.ID - Sebulan yang lalu, tsunami Selat Sunda menerjang Pantai Tanjung Lesung, Banten.
Kini Ifan Seventeen sudah bisa menceritakan secara detail kejadian tsunami Selat Sunda tersebut.
Bencana tsunami Selat Sunda itu memakan korban yakni istri Ifan Seventeen, Dylan Sahara, dan personel Band Seventeen lainnya.
Dalam video yang diunggah Adiez Gilang, Selasa (15/1/19), Ifan Seventeen mengatakan ombak tsunami Selat Sunda menerjang dua kali.
Ombak tsunami Selat Sunda pertama kali menerjang saat personel Seventeen baru menyanyikan dua lagu sekitar pukul 22.00 WIB.
Saat itu, Ifan Seventeen tidak bisa menafsirkan apa yang sedang terjadi kepadanya.
Ia ingat air menerjang dan menghanyutkan badannya.

Ifan Seventeen semakin dalam tertarik ke dalam pusaran ombak.
Besi, kayu, dan barang-barang tak dikenali menghantam Ifan Seventeen.
"Tiba-tiba, panggung jalan, ngeglosor, terus tiba-tiba kita udah di dalam air," kata Ifan Seventeen.
Badan Ifan Seventeen berputar di dalam air. Ia melihat atap panggung jatuh dan menghantamnya.
"Itu kayak ditabrak tronton berkecepatan 200 km/jam dalam bentuk air," ucapnya.
Karena tak mengerti apa yang terjadi kepadanya, Ifan Seventeen memutar otak.
Ia mengira kejadian tersebut adalah kiamat.
"Maksudnya penjelasan (otak) ini kiamat. Teringatlah ayat-ayat. Ini mimpi! Otak kita enggak pernah merekam kejadian tersebut (sehingga tidak bisa memberikan penjelasan)" katanya.
Mengikuti insting bertahan hidup, Ifan Seventeen mencoba untuk naik ke atas permukaan air.
Namun, badannya tak bisa bergerak karena terlilit tali.
Ia mencoba menenangkan diri agar tidak panik.

"Jangan sampai panik, jangan sampai panik. Yang bisa menyelamatkan gue adalah ketidakpanikan."
Setelah hampir kehabisan napas, Ifan Seventeen berhasil naik ke permukaan air.
Ia berhasil bernapas. Posisinya sudah jauh dari panggung yang berada di posisi Pantai Tanjung Lesung
Posisi Ifan Seventeen masih di daratan.
Begitu muncul ke permukaan laut, Ifan Seventeen mendengar orang berteriak tsunami.
"Itu pertama kali gue sadar kalau itu tsunami."
Perasaan lega sudah bisa bernapas hanya sesaat. Ifan Seventeen tertarik arus balik.
Ia terdorong ke arah laut, meninggalkan daratan.
"Gue ngelihat orang-orang meluk pohon. Gue ngelewatin mereka. Gue coba menggapai daun tapi lepas. Dan itu kelihatan banget, daratan semakin jauh," cerita Ifan Seventeen.
Ifan Seventeen berada di tengah laut. Menurutnya ada sekitar 60 orang yang masih hidup.
Mereka berusaha untuk tetap hidup, salah satunya mengganduli orang yang masih bisa berenang atau mengapung.

"Siapa yang timbul dia yang ditarik, karena naluri manusia. Gue sempat dijambak, ditarik, dipeluk, dicekik, ditendang kena muka."
Saat situasi tersebut, Ifan Seventeen mencoba untuk tetap bertahan hidup.
Ia meronta agar tidak dijadikan 'pelampung' bagi orang lain.
Akhirnya Ifan Seventeen menemukan alat untuk membantunya tetap mengapung.
Ia melihat meja bulat restoran yang tinggal sebelah.
"Jadi gue pegang itu (meja) tiba-tiba sebelah narik badan. Gue ngomong gini, 'Mas, jangan tarik badan saya, tarik mejanya. kalau tarik badan saya kita mati'. Terus mas ini masih bisa pakai akal sehat, megang mejanya," ucap Ifan Seventeen
Namun, meja tersebut hanya bisa dipakai untuk menopang satu orang.
Begitu dipakai untuk dua orang, meja tersebut tenggelam.
"Di depan datang lagi, makin tenggelam. Masuk lagi (ke dalam air)," katanya.
Setelah kembali tenggelam, Ifan Seventeen hilang harapan untuk hidup.
Apalagi badannya sudah letih karena kepayahan berusaha untuk tetap mengapung.
"Sudah yang pertama bisa survive (bertahan), yang kedua (bisa), yang ketiga punya harapan, meja itu, akhirnya tenggelam kan capek."

Saat badannya semakin jatuh ke dalam laut, Ifan Seventeen pasrah dan berserah diri kepada Allah SWT.
"Ya Allah, ini rupanya, inilah rupanya gue mati. Karena sudah enggak ada harapan," katanya.
Ifan Seventeen merasa peluang dirinya hidup sangat kecil walaupun ia sudah berusaha agar tidak menelan air.
"Karena kalau minum air laut, badan manusia akan rusak dan mati. Kalau pun memang kita pingsan, semua lubang di tubuh otomatis akan menutup. Kita punya waktu 15 menit sampai akhirnya badan kita enggak kuat, air laut dan mati," ujarnya.
Saat itu, Ifan Seventeen dihadapkan dua pilihan. Pilih mati saat itu juga atau berjuang hingga 15 menit kemudian.
"Gue pilihnya 15 menit lagi. Siapa tahu ada nelayan, tim SAR yang nyelametin. Berharap keajaiban saja," katanya.
Saat napasnya hampir habis dan badannya sudah letih, Ifan Seventeen pasrah dengan kematian yang hampir menjemputnya.
Kalimat syahadat hampir ia ucapkan sebagai pertanda siap mati.
"Gue udah sempat (tak bisa napas), oke kita tunggu sebentar lagi gue pingsan, gue enggak sadar, mudah-mudahan 15 menit lagi ada yang tolong. Jadi sudah hampir terucap ya (kalimat syahadat)."