Tsunami di Selat Sunda

Sejarah Terbentuknya Gunung Anak Krakatau, Bermula dari Letusan Dahsyat yang Tewaskan 36 Ribu Orang

Aktivitas Gunung Anak Krakatau diduga memicu tsunami yang menyapu wilayah di sekitar perairan Selat Sunda.

Penulis: Indan Kurnia Efendi | Editor: taufik ismail
tribunnews
Gunung Anak Krakatau 

TRIBUNJABAR.ID - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, bencana tsunami yang meluluhlantakkan wilayah perairan sekitar Banten dan Lampung Selatan, Sabtu (22/2018) malam diduga disebabkan oleh dua hal.

Pertama erupsi Gunung Anak Krakatau dan dugaan lainnya karena gelombang tinggi akibat faktor cuaca di perairan Selat Sunda.

"Kami masih cari penyebabnya, dugaan sementara adalah karena longsor bawah laut akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau dan juga gelombang tinggi karena purnama. Sementara karena kedua gejala alam itu terjadi bersama. Tetapi kami akan terus dikaji, apa benar seperti itu," kata Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho di kantor BPBD DIY, Minggu (23/12/2018), dikutip dari Tribun Jogja.

Sekitar pukul 21.03 WIB, BMKG mencatat erupsi Gunung Anak Krakatau.

Di satu sisi sejumlah tide gauge (alat pendeteksi tsunami) BMKG menunjukkan ada potensi kenaikan permukaan air di pantai sekitar Selat Sunda.

"Dan kami analisis, kami memerlukan waktu analisis apakah kenaikan air itu air pasang akibat fenomena atmosfer yang tadi ada gelombang tinggi? Jadi memang ada fase seperti itu. Namun ternyata setelah kami analisis lanjut gelombang itu merupakan gelombang tsunami," kata dia.

Sementara itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan masih mendalami apakah ada kaitannya tsunami dengan aktivitas letusan Gunung Anak Krakatau.

"Pada pukul 21.03 WIB terjadi letusan, selang beberapa lama ada info tsunami. Pertanyaannya, apakah tsunami tersebut ada kaitannya dengan aktivitas letusan? Hal ini masih didalami karena ada beberapa alasan untuk bisa menimbulkan tsunami," kata Kabid Mitigasi Gunung Api PVMBG Wawan Irawan di Kantor PVMBG, Kota Bandung, Jawa Barat, Minggu (23/12/2018).

Berbicara mengenai Anak Krakatau, gunung satu ini memang tidak pernah 'istirahat'.

Gunung Anak Krakatau, Lampung Selatan, saat aktivitasnya meningkat pada 2010 silam.
Gunung Anak Krakatau, Lampung Selatan, saat aktivitasnya meningkat pada 2010 silam. (sterilthunder.wordpress.com)

Melansir dari Kompas.com, Gunung Anak Krakatau hampir setiap hari meletus. Pada Agustus 2018 lalu, di Selat Sunda ini sampai erupsi sebanyak 576 kali dalam sehari.

Sejarah Gunung Anak Krakatau

Seperti diketahui, bumi terbagi dalam beberapa jenis lempeng tektonik besar.

Kebanyakan aktivitas vulkanologi terjadi di lempeng ini.

Dijelaskan Harian Kompas lewat video yang diunggah ke Youtube pada 2015 silam, salah satu zona vulkanik aktif di dunia adalah zona cincin api.

Zona cincin api membetang dari pesisir barat Amerika kemudian sepanjang Aleutian Alaska dan turun ke pesisir timur Asia.

Zona Cincin Api
Zona Cincin Api (ist)

Gunung Anak Krakatau termasuk satu dari 127 gunung berapi di Indonesia yang berada dalam cincin api tersebut.

Pada masa prasejarah, terdapat Gunung Krakatau Purba yang memiliki ketinggian 2.000 meter.

Gunung Krakatau Purba meletus pada tahun 416 Masehi yang mengakibatkan 2/3 bagian Krakatau hancur dan tenggelam.

Letusan tersebut menyisakan tiga pulau kecil yang diberi nama Pulau Sertung, Pulau Rakata atau Krakatau Besar, dan Pulau Panjang atau Krakatau Kecil.

Tiga pulau Krakatau
Letusan Guunung Krakatau Purba menyisakan tiga pulau kecil (Youtube/Harian Kompas)

Pertumbuhan lava yang terjadi dalam kaldera Rakata membentuk dua pulau vulkanik, yaitu Danan dan Perbuatan.

Pada 26 hingga 27 Agustus 1883 terjadi letusan amat dahsyat yang mengancurkan hampir 60 persen tubuh Krakatau di bagian tengah dan terbentuklah lubang kaldera.

Letusan ini berkekuatan 21.574 kali bom atom dan letusan Krakatau terdengar hingga radius 4.600 kilometer dari pusat ledakan di Selat Sunda.

Meletusnya Krakatau diikuti dengan tsunami yang menyapu lebih dari 295 kampung di pesisir pantai barat Banten, dari Merak, Anyer, Labuan, Panimbang, Ujung Kulon, hingga Cimalaya, di Karawang, Jawa Barat.

Kawasan di selatan Sumatera pun tak luput dari gelombang tsunami akibat meletusnya Gunung Krakatau.

Lebih dari 36.000 orang menjadi korban dalam bencana besar itu.

Anak Krakatau ditandai pada 29 Desember 1927 ketika sejumlah nelayan dari Jawa menyaksikan ada uap dan abu muncul dari kaldera.

Aktivitas Gunung Anak Krakatau
Aktivitas Gunung Anak Krakatau (Dokumentasi Pokdarwis Pulau Sebesi)

Krakatau bangun kembali setelah 44 tahun tenang. Dari Data Dasar Gunung Api Indonesia (Badan Geologi, ESDM, 2011) disebutkan, Gunung Anak Krakatau lahir 30 Januari 1930.

Puncak dengan batuan basalt muncul ke permukaan air pertama kali pada 26 Januari 1928.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved