Pierre Tendean Korbankan Nyawa Demi AH Nasution, Tak Sempat Pulang untuk Rayakan Ulang Tahun Ibunda
Dari sejumlah perwira tinggi TNI yang menjadi korban pembantaian Gerakan 30 September tahun 1965, satu di antaranya adalah Pierre Andreas Tendean.
TRIBUNJABAR.ID - Gerakan 30 September tahun 1965 atau dikenal pertistiwa G30S, menjadi peristiwa berdarah pada rezim orde lama.
Dari sejumlah perwira tinggi TNI yang menjadi korban pembantaian Gerakan 30 September tahun 1965, satu di antaranya adalah Pierre Andreas Tendean.
Pierre Tendean merupakan buah cinta dari pasangan AL Tendean dan Maria Elizabeth Cornet.
Ayahnya adalah dokter berdarah Minahasa sedangkan sang ibu berdarah campuran, Indonesia dan Perancis.
Pierre Andreas Tendean berkeinginan menjadi TNI.
Namun, orang tuanya sempat lebih mengarahkan Pierre Tendean untuk menjadi seorang dokter atau insinyur.
Walaupun begitu, Pierre Andreas Tendean tetap bertekad menjadi TNI.
Dilansir Tribunjabar.id dari Wikipedia, ia masuk Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung pada 1958 dan lulus pada 1961.
Setelah lulus, Pierre Andreas Tendean berpangkat letnan dua.
Setelah setahun menjadi bertugas di Meda, Pierre Tendean pun menjalani pendidikan intelijen di Bogor.
Lulus sekolah intelijen, Pierre Andreas Tendean pun menjadi seorang mata-mata.
Ia sempat ditugaskan melakukan penyusupan saat adanya konfrontasi Indonesia-Malaysia.
• Kisah Ade Irma Suryani, Putri AH Nasution yang jadi Korban G30S/PKI, Ini Kata-kata Terakhirnya
Berkat kerja keras dan kemampuannya, Pierre Andreas Tendean dipandang sebagai TNI yang unggul.
Dilansir Tribunjabar.id dari Kompas, hal ini terbukti dari berebutnya tiga jenderal untuk menjadikan Pierre Tendean sebagai ajudan.