Robert Wolter Mongisidi, Pejuang Paling Ditakuti Belanda, Aksi Nekatnya Buat Musuh Kalang Kabut

Ia menargetkan individu atau kelompok kecil dari pasukan militer Belanda untuk menyerang dan merampas senjata.

Penulis: Widia Lestari | Editor: Ravianto
Kolase Tribun Jabar

TRIBUNJABAR.ID - Robert Wolter Mongisidi lahir di Malalayang, sekarang bagian dari Manado.

Dia merupakan putra pasangan Petrus Mongisidi and Lina Suawa.

Di jaman Perang Kemerdekaan, Robert Wolter Mongisidi kerap melancarkan aksi nekat untuk melakukan penyerangan pada militer Belanda.

Kala itu, Indonesia yang berada di tangan Jepang akan direbut Belanda kembali.

Adanya desus Belanda akan menguasai tanah air ini, membuat sejumlah pemuda di kawasan Indonesia Timur tak tinggal diam.

Dilansir Tribunjabar.id dari Intisari, para pemuda pejuang di Makassar membentuk kelompok untuk melawan militer
Belanda.

Kelompok itu berupa pasukan perlawanan bernama Laskar Pemberontak Rak Indonesia Sulawesi (Lapris).

Di antara pejuang yang memimpin Lapris, Robert Wolter Mongisidi menjadi salah satu pejuang yang melegenda.

Aksi nekatnya kerap kali membuat pasukan militer Belanda keteteran.

Robert Wolter Mongisidi bahkan disebut sebagai orang Lapris yang paling ditakuti pasukan militer Belanda.

Tak ayal, sosoknya ditandai pasukan militer Belanda.

Ia bersama pejuang lainnya berhasil membebaskan kawannya yang ditahan NICA.

Pembebasan rekannya yang ditawan NICA itu dilakukan melalui penyerangan langsung ke Hotel Empres.

Via Vallen Goyang Dayung Ala Jokowi, Buat Para Atlet Jawara Asian Games 2018 Keterusan Joget

Siti Badriah Minta Maaf Gara-gara Lagi Syantik pada Asian Games 2018 Dianggap Mengecewakan

Kejadian itu terjadi pada 29 Oktober 1945.

Di tengah beragam perlawanannya terhadap Belanda, Lapris pun justru sempat keteteran.

Pasukan Lapris dibombardir pasukan militer Belanda di Gunung Ranaya.

Pertempuran besar itu terjadi pada 8 Agustus 1946.

Akibatnya, pasukan Lapris sempat turun gunung dan mengubah strategi perlawan.

Sejak saat itu, perlawanannya dilakukan secara gerilya.

Pasukan Gerilya ini dinamai Pasukan Harimau Indonesia.

Robert Wolter Mongisidi pun menjadi wakil komandan Pasukan Harimau Indonesia.

Pada perlawananya kali ini, Robert Wolter Mongisidi dan pasukannya melancarkan serangan berbeda.

Ia menargetkan individu atau kelompok kecil dari pasukan militer Belanda untuk menyerang dan merampas senjata.

Hal ini diungkap dalam buku Maulwi Saelan: Penjaga Terakhir Soekarno, seperti yang dikutip Intisari.

Namun, perlawanan demi perlawanan bersama Pasukan Harimau Indonesia harus berujung tragis.

Robert Wolter Mongisidi ditangkap pasukan militer Belanda dan divonis hukuman mati.

Sebelum dieksekusi mati, Robert Wolter Mongisidi meminta agar kedua matanya tak ditutup.

Dilansir Tribunjabar.id dari Kompas, Robert Wolter Mongisidi pun sampai tiga kali meneriakkan kata 'Merdeka.

Cara Akses WhatsApp Tanpa Kuota Internet, Kamu Bisa Chatting Gratis di Mana Pun

Adik Ahok Beri Tanggapan Soal Santernya Kabar Pernikahan Sang Kakak dan Isu Pindah Agama Demi Wanita

Pada akhirnya, nyawanya melayang dihantam peluru pasukan militer Belanda.

Ternyata, sebelum meninggal Robert Wolter Mongisidi pun menuliskan sepucuk surat.

Surat itu diketahui karena kertas itu diselipkan pada sebuah Alkitab.

Alkitab itu ia bawa saat ia dihukum mati.

Pada kertas itu tertulis ungkapan patriotik dari Robert Wolter Mongisidi, 'Setia hingga akhir dalam keyakinan'.

Sosok Robert Wolter Mongisidi pun diberikan gelar kehormatan sebagai pahlawan nasional, pada 1973.

Perjuangan Robert Wolter Mongisidi di tanah Makassar pun sempat diadaptasi dalam sebuah film berjudul Tapak-tapak Kaki Wolter Mongisidi.

Sosoknya diperankan Roy Marten dan film ini tayang pada 1982.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved