Rumah di Relokasi Belum Beres, Warga Desa Cipaku Mengais Puing-puing di Waduk Jatigede
Waduk Jatigede sudah sekira hampir dua bulan surut, semenjak musim kemarau bulan Juli lalu.
Penulis: Seli Andina Miranti | Editor: Tarsisius Sutomonaio
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Seli Andina
TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG- Selama dua bulan terakhir karena musim kemarau, Desa Cipaku muncul ke permukaan akibat surutnya Waduk Jatigede.
Warga yang dulu menghuni desa yang dulu tergenang Waduk Jatigede pun mengais sisa-sisa reruntuhan rumah.
Ada dua motif berbeda yang membuat kembali sana dan mengais sisa-sisa reruntuhan bangunan.
Puing-puing yang masih bermanfaat, semisal besi dan batu bata, bisa untuk dipakai sendiri.
Beberapa warga yang direlokasi dari Desa Cipaku belum tuntas membangun rumah baru mereka.
Selain itu, oleh beberapa warga, sisa-sisa reruntuhan bangunan itu bisa untuk dijual untuk menambah rezeki.
• Live Streaming SCTV & Indosiar, Closing Ceremony Asian Games 2018: Indonesia Catat Sejarah Manis
• Saat Ulang Tahun Viking Persib, Vokalis Band Don Lego: Yuk, Kita Sekarang (Lebih) Dewasa
Nah, sebagian besar yang Desa Cipaku saat Waduk Jatigede surut itu mencari bahan bagunan rumah mereka yang belum rampung seratus persen.
Motif kedua itulah yang dimiliki pasangan Ria Dinata (30) dan Ekawati (27), warga Desa Pakualam, Kecamatan Darmaraja, Kabupaten Sumedang.
"Kan rumah belum rampung, jadi bisa dibilang cari tambahan bahan bangunan di sini, dulu juga kan kami rumahnya di sini (Cipaku)," ujar Ria (30), ketika ditemui Tribun Jabar saat mengambil pasir, Minggu (2/9/2018).
Ria bercerita, sudah empat tahun dirinya dan keluarga pindah dari Cipaku ke Pakualam akibat terdampak penggenangan Waduk Jatigede.
Namun, rumah mereka tak kunjung selesai karena kekurangan biaya untuk pembangunanya tak cukup.
• Diusir Keluar Lapangan, Kylian Mbappe Tantang Wasit Saat PSG Kontra Olympique
• Percakapan WhatsApp Ashanty dengan Para ART Bocor, Ketahuan Manjakan ART Beri Biaya Facial
"Ya kan dapat ganti rugi hanya Rp 29 juta, beli tanah di tempat baru saja Rp 2 juta per bata," ujar Ria.
Biaya untuk membeli tanah saja, kata Ekawati, habis Rp 10 juta, menyisakan Rp 19 juta untuk membangun rumah.
Karena itu, pembangunan rumah baru mereka pun terpaksa dilakukan sedikit demi sedikit, yang penting, menurut Ekawati, ada atap dahulu untuk berteduh.
"Jadi ya begini, saat surut, kami cari bahan-bahan bangunan untuk rumah yang belum jadi," ujar Ekawati.
Waduk Jatigede sudah sekira hampir dua bulan surut, semenjak musim kemarau bulan Juli lalu.
Hingga kini, air di Waduk Jatigede sudah surut sekira 300 meter dari pesisir awal waduk tersebut, menyebabkan puing-puing bangunan kembali muncul. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/waduk-jatigede_20180902_155842.jpg)