Gempa di Lombok
Psikolog: ISPA Hantui Korban Gempa Lombok yang Tinggal di Pengungsian
Hal ini diungkapkan oleh program psikolog Kun Humanity System, Dien Fakhri Iqbal yang selama seminggu melalukan respons. . .
Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Fauzie Pradita Abbas
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Minimnya fasilitas dan kurang laiknya tempat pengungsian korban gempa Lombok membuat warga bisa terancam terkena wabah penyakit.
Hal ini diungkapkan oleh program psikolog Kun Humanity System, Dien Fakhri Iqbal yang selama seminggu melalukan respons tanggap darurat dan terjun langsung ke lokasi.
Organisasi Kun Humanity System membantu korban Lombok sejak 7 Agustus 2018 dengan menurunkan 7 orang tim respons yang terdiri dari 5 orang medis (2 dokter, 3 mahasiswa), 1 orang psikolog dan 1 orang logistik.
Ia mengatakan, penampungan dengan menggunakan terpal tanpa penutup membuat korban banyak yang mengalami ISPA atau infeksi saluran pernafasan.
"Debu-debu hasil reruntuhan menyebabkan polusi udara di lingkungan. Selain itu juga banyak masyarakat yang tidak menggunakan masker khusus ketika membuang puing reruntuhun," ujar Iqbal di Jalan Dago Asri IV No 4, Minggu (19/8/2018).
Iqbal mengataka, hal ini tentu berbahaya, karena bisa menyebabkan kanker akibat reruntuhan besi maupun asbes.
Udara yang panas saat siang hari dan berubah menjadi dingin saat siang membuat penyakit kulit mulai bermunculan.
"Saya sarankan bagi yang menyumbang, jangan berikan pakaian bekas. Kalau bisa ya pakaian baru," ujar Iqbal.
Ketika pakaian yang tidak layak tidak digunakan, maka akan menjadi sampah dan pembakaran jadi lebih sering terjadi.
Hal ini justru akan memberikan masalah baru, muncul wabah, dan lebih sulit lagi dibenahinya.