Guru Honorer

Ini Alasan Dewi Kustini Kusasi Betah 22 Tahun Menjadi Guru Honorer

"Saya bisa mencurahkan ilmu dan kasih sayang. Inilah dunia saya, bukan di belakang meja menulis. Saya suka beragam anak dan karakternya," ujarnya

Penulis: Yongky Yulius | Editor: Kisdiantoro
Tribun Jabar/ Yongky Yulius
Dewi Kustini Kusasi sedang mengajar di kelasnya 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Yongky Yulius

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Dewi Kustini Kusasi (54), guru honorer SMKN 2 Bandung yang sudah 22 tahun mengajar, mengaku menjadi guru awalnya bukan merupakan pilihan.

Dia dianjurkan oleh orang tuanya, terutama ayahnya yang merupakan dosen di UPI (dulu IKIP Bandung) untuk menjadi guru, pahlawan tanpa tanda jasa.

Saat ditemui Tribun Jabar di SMKN 2 Bandung, Jalan Ciliwung, Kota Bandung, jam sudah menunjukkan waktu istirahat pertama selesai, Dewi pun segera bergegas dari ruangannya menuju ke ruangan 40 yang tidak lain adalah kelas.

Sembari membawa beberapa buku, dia masuk ke kelas itu dan berdiri di depan murid-murid.

Mengajar mata pelajaran kewirausahaan, Dewi mulai membuka buku yang dibawanya.

Murid-murid di kelas itu pun diberikan instruksi untuk mempresentasikan tugas yang beberapa hari sebelumnya sudah diberikan oleh perempuan berkerudung itu.

Tak terlihat Dewi mengeluh saat mengajar di kelas tersebut.

Kisah Dewi, 22 Tahun Mengajar Masih Berstatus Guru Honorer

Raut muka ceria yang sesekali diselingi senyum dan tawa justru menghias wajah ibu empat anak itu.

"Saya mulai mengajar tahun 1996. Saya lulusan sarjana ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas). Jadi guru bukan pilihan, tapi karena orangtua menginginkan saya jadi guru. Yang namanya mengajar harus dapat akta IV, akhirnya saya ikut kuliah akta IV. Pertama ikut awal tahun 2000-an tapi enggak selesai. Terus ikut lagi tahun 2008," katanya, Selasa (31/7/2018).

Adanya waktu bersama keluarga, menjadi alasan orang tua Dewi menginginkan Dewi menjadi seorang guru.

"Jadi guru itu tidak menyita waktu untuk keluarga. Sekarang kan pukul 15.15 WIB sudah keluar (pulang dari sekolah), kalau dulu pukul 14.00 WIB sudah keluar," ujar perempuan empat anak ini.

Dewi pun menyanggupi permintaan orang tuanya itu lantaran dia sendiri menyukai pekerjaan yang membutuhkan banyak komunikasi.

Saat menjadi guru, dia mengaku senang bisa berkomunikasi dengan murid-murid.

"(Menjadi guru) Saya bisa mencurahkan ilmu dan kasih sayang. Inilah dunia saya, bukan di belakang meja menulis. Saya suka beragam anak dan karakternya," kata perempuan yang tinggal perumahan KPAD Gegerkalong, Kota Bandung ini.

Sejak 1996 sampai sekarang, Dewi juga sudah beberapa kali berganti mengajar mata pelajaran.

Dia pernah mengajar mata pelajaran pengelolaan usaha, PKN, sejarah, IPS, seni budaya, hingga sekarang mengajar kewirausahaan.

"(Sebagai guru) yang penting tidak judes (kepada murid). Harus lebih dekat dan akrab tapi dalam batas tertentu. Tegas perlu, galak juga harus mendidik. Sekali-sekali juga harus santai," katanya.

Lihat Wajah Mungil Bayi Perempuan Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution

Selama 22 tahun mengajar di SMKN 2 Bandung, Dewi memiliki beberapa cerita mengesankan yang masih diingatnya.

Dia mengaku terkesan dengan dukungan kepala sekolahnya ketika dia mau mengajukan kuliah akta IV di Universitas Langlangbuana tahun 2008.

"Kepala sekolah itu dulu sampai mengantar-ngantar kami yang mau ikut akta IV. Bahkan, saat mau diajukan K2 pada 2010, saya juga ditengok, diberikan fasilitas," ujar Dewi.

Simak tulisan lainnya seputar Dewi di Tribunjabar.id.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved