IPAL Tak Maksimal di DAS Citarum, Deputi IV Safri Burhanudin : Bangunannya Saja Mirip Rumah Hantu
"IPAL disini adalah IPAL transitan saja. Tidak semua diolah. Kapasitasnya sangat rendah," ujar Safri
Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Yudha Maulana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ragil Wisnu Saputra
TRIBUNJABAR.ID, DAYEUHKOLOT - Pemerintah kini tengah konsen dengan kondisi lingkungan. Program strategis nasional yang kini tengah digenjot adalah program Citarum Harum. Hal itu disampaikan Deputi IV Bidang SDM, IPTEK, dan Kebudayaan Maritim, Safri Burhanudin.
Menurut Safri, alasan pemerintah konsen mengenai kondisi lingkungan, karena saat ini permasalahan yang dirasa cukup berat adalah tentang pencemaran limbah. Kendati demikian, pengolahan limbah padat kini sudah bisa dikontrol.
"Nah yang sekarang sedang dikontrol adalah soal pengolahan limbah cair. Ini yang mengakibatkan Sungai Citarum tercemar limbah," ujar Safri kepada wartawan usai meninjau IPAL milik PT Idaman Era Mandiri dan Pengolahan IPAL Terpadu milik PT Mitra Citarum Air Biru (MCAB) di Cisirung, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Sabtu (14/7/2018) sore.
Hasil tinjauan kedua IPAL itu dinyatakan masih belum baik. PT Idaman Era Mandiri, kata dia, baru melakukan pengolahan limbah cairnya sebanyak 24 persen. Sisanya, limbah dikirim ke IPAL komunal milik PT MCAB.
PT MCAB, lanjut Safri, dinilai tidak menjalankan proses IPAL dengan baik. Sistem IPAL-nya pun dibilang masih cukup kuno. Alhasil, ucap Safri, 24 pabrik yang mengirim limbah untuk di olah ke IPAL komunal milik PT MCAB sekitar 10 hingga 20 persen saja. Sisanya, limbah milik ke 24 pabrik di Dayeuhkolot itu langsung dialirkan ke anak sungai Citarum.
• Mengaku Bisa Gandakan Uang, Dua Pria Asal Banten Diciduk Usai Tipu Korban hingga Rp 1,9 Miliar
• Timnas U-19 Indonesia Raih Posisi Ketiga Piala AFF U-19 Setelah Libas Thailand
• Selain Lalu Zohri, Indonesia Punya Pebalap Muda Galang Hendra yang Harumkan Bangsa di Kancah Dunia
"IPAL disini adalah IPAL transitan saja. Tidak semua diolah. Kapasitasnya sangat rendah. Awal masuk sini saja, bangunannya sudah mirip rumah hantu. Mesin dan peralatannya sudah kuno," kata Safri dengan nada kesal.
Dengan hasil tinjauan itu, Safri semakin meyakini dan mempercayai jjka anggaran BPJS senilai Rp. 1,9 triliun dari Rp. 9 triliun digelontorkan untuk masyarakat di Jawa Barat. Terutama masyarakat yang berada di DAS Citarum.
Merujuk angka itu, Safri menilai jika keuntungan pabrik tidak sebanding dengan biaya pengobatan untuk masyarakat.
Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan sudah memberikan tenggat waktu tiga bulan hingga awal Agustus 2018 kepada pabrik-pabrik di Jawa Barat untuk segera memperbaiki IPAL-nya. Jika per awal Agustus 2018 masih ditemukan pabrik yang membuang limbah cair kotor, maka pabrik itu akan ditutup.
"Jelas akan ditutup itu (pabrik pembuang limbah cair kotor). Tentu saja penutupan pabrik juga dilampirkan bukti-bukti dan fakta di lapangan. Media juga bisa ikut mengontrol. Sehingga nanti tidak ada lagi pabrik yang nakal," kata dia.(*)