Rusuh di Rutan Mako Brimob

Mantan Teroris Bicara Rusuh di Mako Brimob: Memerangi NKRI Prestasi Tinggi, Mati Disambut Bidadari

Kerusuhan yang terjadi di Mako Brimob Selasa (8/5/2018) malam itu sudah berakhir Kamis (10/5/2018) pagi tadi.

Editor: Fauzie Pradita Abbas
Tribunnews.com/Gita Irawan
Ratusan Brimob bersenjata lengkap keluar dengan berjalan tiga baris menuju RS Bhayangkara Brimob Kelapa Dua Depok sekitar pukul 09.30 WIB pada Rabu (9/5/2018). 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Kerusuhan yang terjadi di Mako Brimob Selasa (8/5/2018) malam itu sudah berakhir Kamis (10/5/2018) pagi tadi.

Meski begitu, kejadian tersebut menyisakan luka mendalam bagi rakyat Indonesia dan yang terutama keluarga korban.

Dari kerusuhan tersebut, sembilan anggota polisi korban, lima orang tewas dengan cara sadis, dan satu napi terorisme tewas tertembak.

Tak hanya itu, setelah menjebol tembok mereka juga merampas senjata dan menguasai blok.

Bahkan, selama melakukan penyanderaan, mereka juga sempat merakit bom di dalam blok tahanan.

Pengamat terorisme yang juga mantan teroris, Ali Fauzi Manzi mengungkapkan doktrin teroris yang memicu tahanan berbuat sadis untuk membunuh polisi.

Ali Fauzi adalah mantan terpidana seumur hidup kasus bom Bali yakni Ali Imron dan terpidana mati kasus serupa yakni Amrozi dan Ali Ghufron. 

Ali Fauzi menyebut para teroris tersebut menilai membunuh polisi merupakan prestasi untuk memerangi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Membunuh polisi sebuah prestasi Memerangi NKRI jihad tertinggi Disambut bidadari saat mati (kerusuhan mako brimob 9-5-2018),” tulis Ali Fauzi, di laman Facebooknya, Rabu, 9 Mei 2018.

Status ini mendapat respons netizen.

Muhammad Najib: aduh ..dapat bidadari aja kok sampai harus membunuh ya pak ali

Gos Hen: Membunuh kok prestasi.

Okiawan Waseso: Ini semua berkembang dari pemahaman takfiri yg menganggap selain dari kelompoknya halal darahnya.

Vivi Normasari: Perbuatan Biadab, Keji.. Knp hrs membunuh.

Ali Fauzi Manzi: Itulah tugas berat kita akhi.. Masyarakat kita bahkan polisi apalagi kawan2 di civitas akademik kurang paham ttg mrk banyak riset ttg terorisme tp bisa saat sampai di bab bagaimana cara menyembuhkan mrk.

Ali Fauzi mengatakan, bukan hanya kakak-kakaknya yang sudah divonis bersalah atas serangan bom Bali 1.
Banyak keluarga dan sahabatnya juga ditangkap oleh polisi. Ali sendiri ditangkap di Mindanau, Filipina Selatan.

Pasca ditangkap, ia menyadari bahwa tidak ada gunanya untuk memendam dendam yang mendalam kepada pemerintah yang menangkap keluarganya.

Foto Ali Fauzi Manzi.

Satu aktivitas Ali Fauzi menjual bibit durian unggul/facebook

“Saya bisa move on dan kemudian dengan dukungan semua pihak saya bisa bangkit dari keterpurukan,” kata dia.

Ia menilai bahwa para mantan teroris juga bisa kembali mengabdi untuk Indonesia.

Bahkan Ali mengungkapkan, banyak saudara dan temannya di lapas sudah pro NKRI dan menyadari kesalahannya di masa lalu.

Ia meminta pemerintah untuk mendorong adanya remisi atau bahkan grasi kepada saudara dan sahabatnya yang sudah menjalani hukuman penjara lebih dari 10 tahun.

“Saya yakin kalau mereka bebas akan lebih bermanfaat dan saya yakin mereka bisa dijadikan sebagai duta perdamaiaan untuk Indonesia,” ucap dia.

Setelah menjalani hukuman dan sadar, Ali mendirikan yayasan Lingkat Perdamiaan di Lamongan, Jawa Timur.

Yayasan tersebut memiliki perhatian di bidang perdamaiaan.

Salah satunya yakni dengan mendidik anak-anak, janda, serta para istri yang suaminya masih dipenjara karena kasus terorisme.

Selain itu, kini Ali aktif berbicara dalam acara diskusi atau seminar yang terkait dengan deradikalisasi.

Namun, ia mengatakan, bukan hanya kakak-kakaknya yang sudah divonis bersalah atas serangan bom Bali 1.

Banyak keluarga dan sahabatnya juga ditangkap oleh polisi.

Ali sendiri ditangkap di Mindanau, Filipina Selatan.

Dalam postingan terbarunya Ali menulis: 

Ketika rusuh antar napiter dg polisi di mako brimob hari ini Lingkar Perdamaian mengantar mantan napiter mako brimob yg baru bebas utk silaturahmi ke polres lamongan. Semuanya perlu belajar..

Teroris Rampas Senjata

Komandan Korps Brimob Inspektur Jenderal (Pol) Rudy Sufahriadi menceritakan bagaimana para napi teroris (napiter) Mako Brimob bisa mendapatkan senjata rampasan untuk melawan pihak kepolisian.

Saat ditemui di lokasi pada Kamis (10/5/2018), Rudy mengatakan bahwa senjata yang digunakan napiter untuk melawan adalah senjata yang dirazia oleh polisi dari para napiter saat pemeriksaan sebelumnya.

“Jadi senjata hasil pemeriksaan napiter belum digudangkan, itu mereka rebut kembali untuk melawan polisi, termasuk bom-bom yang diledakkan tadi pagi,” ujarnya kepada awak media.

Oleh karena itu, Rudy menceritakan bahwa pihak kepolisian sempat merobohkan tembok dengan cara diledakkan untuk mencegah napiter menggunakan bom-bom untuk melawan.

Rudy tidak menyebutkan berapa jumlah bom yang sempat berada di tangan para napiter.

“Jumlahnya banyak tapi saya belum bisa sebutkan, tapi sudah diledakkan semua tadi,” tegasnya.

Kerusuhan di Rutan Mako Brimob, Depok, Jawa Barat berakhir pagi ini setelah 156 napiter menyerahkan diri kepada pihak kepolisian.

Kini mereka sudah diterbangkan ke Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah untuk ditahan di sana.

“Semua tahanan menyerahkan diri dengan menggunakan ‘soft approach’. Mereka kini sudah diterbangkan ke Nusakambangan,” pungkasnya.

Dari foto yang diterima dari dokumentasi Humas Polri ditemukan senjata api berupa laras panjang dan laras pendek; senjata tajam pendek dan samurai yang digunakan oleh napiter untuk melakukan perlawanan kepada polisi.

Terlihat juga kardus-kardus yang diduga merupakan bom rakitan yang sempat jatuh ke tangan para napiter.

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved