Ketika Mantan Teroris dan Korban Teror Bom Duduk Bersama dalam Satu Forum
Apa jadinya jika mantan teroris dan korban teror bom duduk berdampingan dalam satu kesempatan?
Penulis: Yongky Yulius | Editor: Isal Mawardi
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Yongky Yulius
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Apa jadinya jika mantan teroris dan korban teror bom duduk berdampingan dalam satu kesempatan?
Ya, pemandangan itulah yang terlihat di sebuah kampus di Jalan Setiabudhi, Kota Bandung, Kamis (5/4/2018) pagi.
Mereka dihadirkan oleh Aliansi Indonesia Damai (AIDA) dalam seminar dan bedah buku berjudul La Tay'as (Jangan Putus Asa) Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya karya Direktur Eksekutif AIDA, Hasibullah Satrawi.
AIDA sendiri didirikan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih damai melalui peran korban dan mantan pelaku terorisme.
Dalam kesempatan itu, R Supriyo Laksono atau akrab disapa Sony hadir mewakili korban bom terorisme.
Dia adalah seorang korban tak langsung aksi teror Bom Bali 12 Oktober 2002.
Kemudian, Kurnia Widodo adalah mantan pelaku terorisme yang juga menjadi pembicara pada seminar itu.
Kurnia pernah berbaiat kepada Negara Islam Indonesia (NII).
Baca: Ketika Korban Teror, Mantan Teroris dan Pakar Terorisme Duduk Bersama Membedah Buku La Tayas
Dia juga adalah mantan anggota kelompok As Sunnah Cileunyi, Bandung pada 2005.
Sony dan Kurnia saat ini aktif bersama AIDA.
Mereka menyuarakan pesan perdamaian ke berbagai kalangan di sejumlah wilayah di Indonesia.
Lalu, pakar terorisme Solahudin juga berkesempatan menjadi pembicara.
Dia merupakan pakar teroris dari Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.
Uniknya, Sony dan Kurnia sama-sama berbicara di hadapan ratusan mahasiswa mengenai pengalamannya.
Kurnia berbicara terlebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan Sony.
Kartun 'Masa Kecil' Terlahir Kembali, Berikut 4 Fakta Seputar Kartun Captain Tsubasa 2018 https://t.co/fmjGZKByQ8 via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) April 5, 2018
Tak ada raut muka yang menunjukkan amarah di antara keduanya.
Bahkan, di akhir seminar, keduanya sempat bersalaman dan berpelukkan.
Sontak saja, saat mereka berpelukkan, ratusan mahasiswa yang menjadi peserta langsung bersorak dan tertawa bahagia.
Beberapa mahasiswa bahkan mengabadikan momen keakraban keduanya itu menggunakan kamera dan ponsel.
Hasibullah, mengatakan, dengan segala keterbatasan yang ada, AIDA mencoba untuk menyapa semua kalangan, termasuk mahasiswa dan akademisi, untuk menghadirkan solusi bagi radikalisme.
"Semua kita punya peranan penting untuk bisa melakukan sesuatu agar Indonesia ini menjadi lebih damai. Mahasiswa punya peranan. Dosen punya peranan. Tokoh agama punya peranan. Kampus punya peranan. Pemerintah juga punya peranan."
"AIDA dengan keterbatasan yang ada, mencoba untuk menyapa semua, agar berperan sebagai solusi bagi masalah ini. Radikalisme masalah kompleks. Kalau enggak bijak di dalamnya, khawatirnya menimbulkan masalah," kata pria yang akrab disapa Hasib ini kepada Tribun Jabar selesai acara seminar.
Baca: Selain Faktor Agama, Aksi Terorisme Didasari oleh Faktor Kemiskinan dan Pendidikan
Lebih lanjut, pria lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, ini mengatakan, perdamaian tercipta jika tidak ada pelaku dan korban terorisme.
"Mantan pelaku adalah cermin dari seorang teroris. Mantan korban adalah cermin dari sadisme terorisme. Korban dan pelaku bisa bekerjasama, demi sebuah cita-cita yang sama agar tidak ada pelaku dan korban. Kalau tidak ada pelaku dan korban, itulah perdamaian," ujar Hasibullah.