Tidak Kunjung Deklarasi, Prabowo Cukup Jadi ''King Maker'' di Pilpres 2019?

Saya akan ambil keputusan bersama dengan semua rekan-rekan, dan pada saat yang tepat, tentunya keputusan itu

Dany Permana/Tribunnews.com
Prabowo Subianto 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Ada apa dengan Prabowo Subianto?

Hingga Maret berganti menjadi April, ketua umum Partai Gerindra itu belum kunjung mengumumkan dirinya sebagai calon presiden dalam pilpres 2019 mendatang.

Apa yang dia tunggu?

Pada 1 Maret lalu, di rumahnya yang terletak di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Prabowo mengelak ketika ditanya soal pencalonan presiden.

"Saya akan ambil keputusan bersama dengan semua rekan-rekan, dan pada saat yang tepat, tentunya keputusan itu akan saya sampaikan kepada kalian, kepada rakyat Indonesia," kata mantan menantu Presiden Soeharto itu.


Ketika Prabowo belum memutuskan, jajaran pengurus pusat hingga daerah Partai Gerindra justru sudah mantap mendukung Prabowo sebagai capres.

Pada 12 Maret lalu, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra dari 34 provinsi di seluruh Indonesia mendeklarasikan Prabowo sebagai bakal calon presiden (capres) 2019.

"Mantap, sudah mantap," kata Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono ketika ditanya BBC Indonesia mengenai pencalonan Prabowo sebagai capres.

"Kami sedang menunggu dukungan dari luar Gerindra. Kalau internal Gerindra sudah selesai," ujarnya.

Baca: Penasaran Soal Horornya Film Danur 2? Berikut Jadwal Tayangannya di XXI di Bandung

Dukungan dari luar merujuk pada rekan koalisi Gerindra, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tetapi kenyataannya, PKS sepakat mendukung Prabowo dan justru menunggu pengumuman resmi dari Gerindra.

"PKS menunggu Gerindra, siapa yang akan diajukan Gerindra. Kalau informal sudah. Dari beberapa pernyataan dan komunikasi selama ini Prabowo akan maju dan bersama PKS tapi kan kami tetap menunggu sikap official dari Gerindra. Kalau yang diajukan pak Prabowo, kami sepakat," ucap Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera.

Mardani menambahkan PKS telah mengajukan kepada Gerindra sembilan sosok untuk dijadikan calon presiden, yakni Ahmad Heryawan, Hidayat Nur Wahid, Anis Matta, Irwan Prayitno, Mohamad Sohibul Iman, Salim Segaf Al'Jufrie, Tifatul Sembiring, Al Muzammil Yusuf, serta Mardani sendiri.


Prabowo urung jadi capres?

Penyebab mengapa Partai Gerindra belum kunjung mengumumkan Prabowo sebagai capres ditengarai ada kaitannya dengan Pilkada tahun ini.

Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Hurriyah, menilai Gerindra menunggu hasil Pilkada 2018 sebagai tolok ukur pencalonan Prabowo sebagai presiden.

"Saya melihat Gerindra akan menunggu Pilkada 2018 ini untuk mengukur sejauh mana dukungan untuk Prabowo. Mungkin setelah Pilkada 2018, Gerindra akan lebih mantap mengukur apakah Prabowo masih bisa dicalonkan lagi sebagai presiden," tuturnya.

Penyebab lainnya Partai Gerindra diduga terbagi menjadi dua kubu, antara yang meminta Prabowo tetap maju sebagai capres dan yang menghendaki Prabowo di balik layar menjadi 'king maker'.

Baca: Tantang Sriwijaya FC, Persib Bandung Berharap pada Debut Jonathan Bauman dan Magis Febri Hariyadi

"Sejarahnya sudah kelihatan. Setiap kali Prabowo mencalonkan orang, orang itu menang. Waktu mencalonkan diri Jokowi sebagai gubernur DKI pada 2012, kemudian Ahok, lalu Anies Baswedan. Argumen itu dipakai orang-orang yang ingin Prabowo jadi king maker saja, enggak usah maju (di pilpres 2019)," kata Hurriyah.

Dugaan ini dikuatkan oleh ucapan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra yang juga adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, yang tidak menampik adanya kemungkinan kakaknya tak jadi maju di pilpres karena mempertimbangkan faktor usia, kesehatan, dan pendanaan.

"Cukup atau tidak logistiknya? Kan harus begitu," kata Hashim di Kompleks Parlemen, Rabu (28/3/2018).

Masalah pendanaan

Saat ini nama Prabowo dipandang sebagai yang terkuat dalam menghadapi calon petahana, Presiden Joko Widodo.

Menurut Direktur Eksekutif lembaga survei Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, nama-nama seperti mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, masih di bawah elektabilitas Prabowo.

Bahkan, minimal sepertiga pemilih di Indonesia mendukung Prabowo dan mereka disatukan oleh sikap anti-Jokowi.

"Kalau kita hubungkan mereka yang tidak puas terhadap kinerja Jokowi atau mereka yang selama ini di media sosial mengeluarkan sentimen kekecewaan terhadap Jokowi, umumnya ya pemilih Prabowo pada 2014," kata Burhanuddin.

Baca: Gantung Sepatu, Eks Striker Persib Bandung Dapat Doa Ini dari Penyerang Borneo FC

Akan tetapi, sambung Burhanuddin, pertimbangan Prabowo untuk maju sebagai pilpres bukan semata-mata elektabilitas. Dia menilai pernyataan Hashim Djojohadikusumo mengenai pendanaan sangat krusial.

Burhanuddin kemudian mengilustrasikan jika seorang saksi Partai Gerindra di sebuah tempat pemungutan suara (TPS) diupah Rp 1 juta, maka dana yang digelontorkan untuk mengupah saksi di 800.000 TPS pada pilpres 2019 mencapai Rp 800 miliar.

"Belum lagi sosialisasi, kampanye, itu triliunan biayanya kalau mau serius kerja politik. Nah, kalau cawapresnya relatif bisa memenuhi kebutuhan logistik Prabowo, ya mungkin saja dipertimbangkan," ujar Burhanuddin. (BBC Indonesia)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved