3 Hacker Surabaya Ditangkap FBI: Komplotan Mahasiswa Aktif yang Jebol Situs Pemerintah AS
Selain aktif menjadi mahasiswa, ketiga merupakan anggota komunitas peretas Surabaya Black Hat atau biasa dikenal SBH.
Penulis: Amalia Qisthyana Amsha | Editor: Amalia Qisthyana Amsha
TRIBUNJABAR.ID - Tiga mahasiswa asal Indonesia mengejutkan publik dunia.
Mereka merupakan kawanan peretas (hacker) yang telah menjebol sistem keamanan situs digital di 44 negara, termasuk milik pemerintah Amerika Serikat (AS).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono mengungkap ketiga tersangka itu merupakan mahasiswa aktif di salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya.
Kritik Pemerintah, Rizal Ramli Berani Semprit Pejabat Salah Ngitung: Sono Ngeband, Sindir Menkeu? https://t.co/bcO9ZBsfwZ via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) March 15, 2018
Tiga mahasiswa ini berinisial NA (21), KPS (21), dan ATP (21).
Selain aktif menjadi mahasiswa, ketiga merupakan anggota komunitas peretas Surabaya Black Hat atau biasa dikenal SBH.
Mereka melancarkan aksinya menggunakan metode SQL injection untuk merusak database.
"Jadi, tiga pelaku merupakan mahasiswa jurusan IT sebuah perguruan tinggi di Surabaya," ujar Argo di Polda Metro Jaya Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Tribunjabar.id melansir Tribunnews, tiga hacker ini mampu meretas sistem keamanan IT perusaan di Indonesia, kemudian mengirimkan peringatan melalui surat elektronik.
Para pelaku meminta tebusan ke perusahaan tersebut jika sistem IT perusahaan yang diretas ingin pulih seperti semula.
"Minta uang Rp20 juta sampai Rp30 juta. Itu dikirim via PayPal. Kalay tidak mau bayar, sistem dirusak," ujar Argo.
Kasus ini terungkap setelah polisi menerima informasi dari pusat pelaporan kejahatan di New York, Amerika Serikat.
Setelah ditelusuri, ternyata para hacker ini memakai IP Address yang berada di Surabaya, Indonesia.
Rupanya ketiga hacker ini sedang berkuliah di Institut Bisnis dan Informatika (STIKOM) Surabaya.
TribunJabar.id melansir SURYA, Humas STIKOM Surabaya, Sugiharto Adhi Cahyono membenarkan kabar tersebut.
"Ketiganya tercatat masih mahasiswa aktif, sekarang semester 6. Kalau aktif masuk kuliah sudah tidak sekarang," kata Sugharto, Rabu (14/3/2018).
Menanggapi kasus besar ini, pakar IT dari Institut Teknologis Sepuluh November (ITS) Surabaya Bekti Cahyo ikut buka suara.
Bekti Cahyo mengungkap bahwa komunitas hacker semacam Surabaya Black Hat (SBH) sudah ada di berbagai daerah di Indonesia.
Bekti juga menyebut kemampuan tiga hacker yang ditangkap ini tergolong sudah di atas rata-rata.
"Meskipun usianya dikatakan masih muda, namun kemampuan mereka ini bisa dikatakan sudah matang. Mereka bisa memulai belajar hacker sejak dari SMP, SMA, ataupun kuliah," ujar Bekti pada Rabu (14/3/2018).
Ia juga menambahkan, kemampuan meretas ini sebenarnya bisa dengan mudah didapatkan seseorang lewat internet.
Dua Tersangka Sempat Mendapat Pembinaan
Di balik penangkapan tiga hacker ini, pihak kepolisian juga mengungkap fakta lain.
Tim Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengungkap, dua dari tiga tersangka pernah dibina oleh Polda Jawa Timur pada 22 November 2017 lalu.
Pembinaan hacker itu dikemas dalam ajang silaturahmi dengan komunitas hacker Surabaya. Apalagi Jatim saat ini menjelang Pilkada serentak sehingga acara ini dilangsungkan untuk mengantisipasi bwrita hoax.
"Jauh hari sebelum penangkapan, Polda Jatim sudah membina mereka untuk tidak melakukan kejahatan di dunia maya," tandas Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera, Rabu (14/3/2018).
Tersangka yang ikut dalam pembinaan itu adalab NA dan KPS. Walau sudah dibina, hati seseorang tidak ada yang tahu. Bahkan untuk merubah niat buruk kedua tersangka tidak bisa serta. Pihak kepolisian sendiri tidak bisa mentolelir perbuatan tersangka walau pernah dibina.
"Siapapun pelakunya tetap tidak bisa ditolelir," paparnya.
FBI Masih Buru Tersangka Lain
Polda Metro Jaya juga mengaku masih mencari tiga pelaku lain yang belum tertangkap.
Kepolisian menyebut pihaknya terus bekerja sama dengan Internet Crime Complaint Center (IC3) untuk menuntaskan kasus ini.
IC3 sendiri merupakan badan investigasi utama dari Departemen Keadilan Amerika Serikat (DOJ), Federal Bureau of Investigation (FBI).
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Argo Yuwono mengungkap, proses penangkapan tiga pelaku ini bermula dari pusat pelaporan kejahatan di AS.
Menurut laporan, puluhan sistem berbagai negara rusak.
Setelah ditelusuri, pelakunya menggunakan IP Address yang berada di Indonesia, tepatnya Surabaya.
Pakar informatika sekaligus Dosen Teknik Informatika, Institut Teknologi 10 November Surabaya, Baskoro Adi Pratomo menuturkan, dalam melancarkan aksinya, hecker memang bisa dilacak melalui IP Address.
"Melacak IP Address gampang-gampang susah. Susahnya ketika mereka menyembunyikan IP atau menggunakan IP orang lain untuk aksi hacking. Bisa saja pelaku lain yang belum ditangkap tidak bisa dilacak IP-nya karena hal itu," ungkapnya.
Dosen yang tengah melanjutkan studi S3 di Inggris ini menerangkan, ketika IP bisa dilacak, maka informasi detail bisa didapatkan.
"Kalau sudah ketahuan IP Addressnya pasti diketahui informasi detailnya. Misalnya di mana rumah atau lokasi saat aksi tersebut dilakukan, dilakukan pada jam berapa saja, itu bisa diketahui," tegasnya.