52 Tahun Sudah ''Surat Sakti'' Super Semar Tetap Jadi Misteri
Dari sisi sejarah, Super Semar adalah surat yang mengawali peralihan kepemimpinan nasional dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru.
Ketiganya memiliki versi masing-masing. Pertama, Super Semar yang diterima dari Sekretariat Negara, dengan ciri: jumlah halaman dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi, dan di bawahnya tertera tanda tangan beserta nama "Sukarno".
Kedua, Super Semar yang diterima dari Pusat Penerangan TNI AD dengan ciri: jumlah halaman satu lembar, berkop Burung Garuda, ketikan tidak serapi versi pertama.
Penulisan ejaan sudah menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku pada saat itu.
Jika pada versi pertama di bawah tanda tangan tertulis nama "Sukarno", pada versi kedua tertulis nama "Soekarno".
Ketiga, Super Semar yang diterima dari Yayasan Akademi Kebangsaan, dengan ciri: jumlah halaman satu lembar, sebagian surat robek sehingga tidak utuh lagi, kop surat tidak jelas, hanya berupa salinan.
Tanda tangan Soekarno pada versi ketiga ini juga berbeda dengan versi pertama dan kedua.
"Ada tiga arsip naskah Supersemar, dari Sekretariat Negara, Puspen TNI AD, dan dari seorang kiai di Jawa Timur," ujar Asvi Warman Adam, peneliti sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dalam diskusi bulanan Penulis Buku Kompas di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan.
Selain yang disimpan ANRI, ada pihak-pihak lain yang mengaku memiliki naskah aslinya (buku Seabad Kontroversi Sejarah, Asvi Warman Adam, halaman 80).
Baca: Komunitas Ketimbang Ngemis Bandung, Kelompok Anak Muda Peduli Lansia
Beberapa sumber menyebutkan bahwa naskah asli Super Semar disimpan di sebuah bank di luar negeri, sedangkan sumber lain menyebut yang asli sebenarnya sudah tidak ada karena dibakar dengan tujuan tertentu.
Dalam wawancara oleh Majalah Forum edisi 13, 14 Oktober 1993, mantan Pangdam Jaya sekaligus mantan Menteri Dalam Negeri, Amirmachmud mengatakan naskah asli Super Semar diserahkan oleh Basoeki Rachmat, M Jusuf, dan dirinya kepada Soeharto yang saat itu menjabat Menteri Panglima Angkatan Darat.
Kemudian, Pak Harto menyerahkan surat itu pada Soedharmono untuk keperluan pembubaran PKI.
Setelah itu, surat tersebut “menghilang.”
Apakah dikembalikan pada Soeharto karena Soedharmono mengaku tidak menyimpannya, atau disimpan orang lain?
Baca: Pisau yang Menembus Paru-paru Mahasiswa Universitas Telkom Belum Ditemukan