Kisah Para Pengemis di Bali, Ada yang Miliki Tujuh Motor dan Satu Mobil
Ia kerap mangkal di kawasan di persimpangan Jalan Imam Bonjol - Jalan Teuku Umar, Denpasar.
YLAB mendata para gepeng di Bali sejak 2011.
“Kami bertemu kepala dusun, kepala desa, dan tokoh-tokoh adat di daerah asalnya. Juga kami temui guru dan kepala sekolah di desa asal mereka untuk mengetahui penyebab mereka mengemis,” jelas Anggreni.
Untuk para pengemis anak-anak, kata Anggreni, sebenarnya sudah sempat muncul ide untuk menampung mereka, misalnya, di panti-panti. Tapi orang tuanya justru melarang. Anaknya juga gak betah di panti.
Jadi persoalan gepeng ini, kata Anggreni, harus dipecahkan lewat kerjasama lintas sektoral dan semua pihak. Seperti melibatkan kepolisian, Satpol PP dan lain-lain.
“Anak-anak kan tidak bisa dihukum, tapi orang tuanya yang mengeksploitasi. Misalnya kalau ada penangkapan, jangan cepat-cepat dipulangkan. Harus ada rumah singgah itu,” ucap Anggreni.
KPPAD Bali kapan hari sempat menghadap Gubernur Bali. Disampaikan persoalannya kemudian itu sudah ada surat edaran dari Gubernur bahwa anak-anak gepeng itu sekarang tidak bisa lagi ujug-ujug dipulangkan.
Harus ditaruh di rumah singgah dulu. Misalnya sebulan sampai tiga bulan di sana.
Misalnya sebulan tiga bulan disitu. Orang tuanya harus membuat pernyataan. Bisa dipangggil.
Kalau tidak datang ya biarkan anaknya disitu. Jadikan sekolah informal atau gimana itu. Nah persoalannya sekarang di Bali memang belum ada rumah singgah.(*)
Beda Perlakuan 'Ayam Kampus' dan PSK, Pelanggan: Wanita Panggilan Maunya Langsung https://t.co/w0HgxdnEji #TribunJabar pic.twitter.com/4Kk1ncbrR4
— Tribun Jabar (@tribunjabar) February 6, 2018