Kisah Sedih Nenek Julaeha, Tinggal Sebatang Kara di Gubuk Reyot, Kadang Makan Daun Dicampur Garam
Bahkan, Nenek Julaeha kadang hanya makan daun dicampur garam untuk mengganjal perutnya yang lapar.
Penulis: Indan Kurnia Efendi | Editor: Indan Kurnia Efendi
TRIBUNJABAR.CO.ID - Usianya sudah kepala sembilan, namun nenek ini harus mengarungi kerasnya kehidupan seorang diri.
Nenek Julaeha (90) kini tinggal sebatang kara di sebuah gubuk reyot di Desa Siotapina, Kecamatan Ambuau, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.
Ia bukanlah warga asli daerah itu. Nenek Julaeha berasal dari Desa Sumber Suko, Kecamatan Curahdami, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.
Melansir dari Kompas.com, pada tahun 1992 ia memutuskan untuk hijrah ke tanah Sulawesi mengikuti program transmigrasi bersama tetangganya.
Baca: Bella Shofie Bangga Orangtuanya Jualan Bubur
Seiring berjalannya waktu, tetangganya itu kembali ke kampung halaman dan meninggal dunia di sana.
Yang terjadi adalah Nenek Julaeha jadi hidup seorang diri di tanah orang.
Kendati tubuhnya sudah renta, Nenek Julaeha tetap berjuang.
Pekerjaan serabutan dipilihnya, meskipun itu tak menghasilkan uang banyak.
Bahkan, Nenek Julaeha kadang hanya makan daun dicampur garam untuk mengganjal perutnya yang lapar.
“Di sini tinggal sendirian, anak sudah tidak ada, saudara juga tidak ada. Mau paksa bagaimana sudah tidak ada, ya tidak usah makan, minum air saja. Kadang makan daun saja dengan garam,” kata Nenek Julaeha, Rabu (27/12/2017).
Baca: Masih Banyak yang Menghujat, Syahrini Beri Penjelasan Lengkap Soal Pakaian Berbulu: Rame Banget!
Setelah Salmafina, Kini Giliran Taqy Malik Buka Suara dan Minta Maaf Kepada Sunan Kalijaga https://t.co/0m4a0dfS9l via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) December 28, 2017
Para tetangga Nenek Julaeha tidak membiarkan orangtua renta itu diam di rumah dan merasakan kepahitan hidup.
Tetangga biasanya memberi pekerjaan mengupas ubi dan dibayar sebesar Rp 5000.
“Kehidupan sehari-hari tidak ada beras. Dikasih uang Rp 2.000 oleh orang, cuma beli kopi saja. Kalau sudah minum kopi sudah kenyang. Jadi kadang tidak makan tiga hari atau dua hari. Kalau tidak makan, saya sakit perut, tidak ada anak-anak di sini, saudara tidak ada, orangtua tidak ada juga, ya diam saja,” tuturnya.
Usut punya usut, sebelumnya Nenek Julaeha hanya tinggal di kebun milik orang lain.
Beruntungnya ada sebidang tanah yang dihibahkan kepadanya.
“Kebetulan ada tanah sisa dari dari HPL transmigrasi kita programkan untuk nenek tersebut, dan hibahkan tanah seluas 25 x 20 meter,” ujar Kepala Desa Siotapina, La Nelo.
Baca: Ingat Panji Trihatmodjo? Cucu Soeharto yang Sempat Jadi Idola Wanita. Kini Penampilannya Pangling!