Bolehkah Orang Muslim Mengucapkan Selamat Natal? Begini Penjelasan MUI, Menteri Agama, dan Profesor
Pertanyaan yang biasanya menyeruak di kalangan masyarakat jelang perayaan Natal adalah, bolehkah seorang Muslim mengucapkan selamat Natal?
TRIBUNJABAR.CO.ID - Perayaan Natal hanya tinggal menghitung hari.
Di berbagai tempat publik, terutama pusat perbelanjaan, suasana Natal mulai terasa.
Ornamen-ornamen yang identik dengan Natal mulai dipasang, di antaranya pohon Natal, boneka Sinterklaas, banner bertuliskan 'Selamat Hari Natal', dan lainnya.
Satu pertanyaan yang biasanya menyeruak di kalangan masyarakat Indonesia jelang perayaan Natal adalah, bolehkah seorang Muslim mengucapkan selamat Natal?
Dilansir TribunJabar.co.id dari Tribunnews, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma'ruf Amin menjelaskan, sampai saat ini, tidak ada larangan bagi seorang muslim mengucapkan selamat Natal.
Adapun fatwa MUI nomor 56 tahun 2016 soal Natal adalah larangan perusahaan untuk tidak memaksa karyawannya yang bukan beragama Nasrani mengenakan atribut Natal.
"Saya kira silahkan saja (mengucapkan selamat Natal), yang tidak boleh itu menggunakan atribut Natal," ujarnya kepada wartawan di kantor MUI, Jakarta Pusat, Jumat(22/12/2017).
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, terdapat dua versi terkait hukum seorang Muslim mengucapkan selamat Natal.
Baik pihak yang mengharamkan maupun sebaliknya, mempunyai alasan terkait sikap mengucapkan selamat Natal.
"Tentu kita bisa memahami bahwa kita masyarakat yang beragama. Di kalangan umat IsIam sendiri terjadi keragaman dalam menyampaikan ucapan 'Selamat Natal' kepada saudaranya yang umat Kristiani," kata Lukman usai meluncurkan terjemahan Alquran berbahasa daerah di Jakarta, Rabu (20/12/2017), dikutip dari Warta Kota.
Lukman menambahkan, ada kalangan umat Islam yang mengharamkan Muslim menyampaikan ucapan 'Selamat Natal' kepada warga Kristiani dengan alasan itu merupakan bentuk pengakuan terhadap kelahiran Yesus Kristus.
"Yang dalam aqidah dan keyakinan umat Islam tentu bukanlah Tuhan sebagai yang diyakini oleh umat Kristiani, sehingga mereka mengharamkannya," ujarnya.
Lebih lanjut Lukman menjelaskan, ada juga kalangan umat Islam yang berpandangan mengucapkan 'Selamat Natal' kepada umat Nasrani tidak haram; diperbolehkan; karena merupakan ucapan selamat atas kelahiran Nabi Isa AS.
"Jadi yang dipersepsikan dalam peringatan Natal itu Nabi Isa AS, yang jangankan terhadap nabi, terhadap orang tua, anak kita dan saudara kita, setiap tahun merayakan hari ulang tahunnya. Apalagi terhadap seorang nabi yang itu adalah Nabi Isa, tentu ini tidak hanya semata boleh, tapi dianjurkan," ujar Lukman.
Menag mengharapkan pihak yang mengharamkan ucapan 'Selamat Natal' bisa memahami pihak lain yang memperbolehkan.
Hal itu demi mempertahankan hubungan persaudaraan antara sesama saudara sebangsa dan sesama manusia.
Hanya saja, Lukman menegaskan, umat Islam sepakat mengenai tidak diperbolehkannya mempraktikkan ritual perayaan Hari Natal.
"Jadi yang dilarang itu adalah melakukan ritual keagamaannya, peribadatannya. Tapi kalau ucapan 'Selamat Natal' itu terjadi keragaman dan dengan adanya keragaman ini mudah-mudahan kita bisa saling memahami," kata dia.
Pendapat Profesor
Profesor Muahmmad Quraish Shihab, ahli tafsir dan mantan Menteri Agama ternyata pernah mencurahkan pandangannya terkait ucapan 'Selamat Natal'.
Hal itu disampaikan Quraish Shihab pada tahun 2014 dalam program Tafsir Al Misbah di Metro TV, Ramadan 1435 Hijriah episode Surah Maryam Ayat 30-38.
Berikut ini transkrip penjelasannya:
Saya duga keras persoalan ini hanya di Indonesia. Saya lama di Mesir. Saya kenal sekali. Saya baca di koran, ulama-ulama Al Azhar berkunjung kepada pimpinan umat kristiani mengucapkan selamat Natal.
Saya tahu persis ada ulama besar di Suriah memberi fatwa bahwa itu BOLEH. Fatwanya itu berada dalam satu buku dan bukunya itu diberikan pengantar oleh ulama besar lainnya, Yusuf al-Qaradawi, yang di Syria namanya Mustafa Al Zarka’a. Ia mengatakan mengucapkan selamat Natal itu bagian dari basa-basi, hubungan baik.
Ini tidak mungkin menurut beliau, tidak mungkin teman-teman saya dari umat Kristiani datang mengucapkan selamat hari raya Idulfitri terus dilarang gitu.
Menurut beliau dalam bukunya yang ditulis bukan jawaban lisan ditulis, dia katakan, saya sekarang perlu menunjukkan kepada masyarakat dulu bahwa agama ini penuh toleransi. Kalau tidak, kita umat yang dituduh teroris. Itu pendapat.
Saya pernah menulis soal itu, walaupun banyak yang tidak setuju, saya katakan begini, saya ucapkan Natal itu artinya kelahiran. Nabi Isa mengucapkannya. Kalau kita baca ayat ini dan terjemahkan BOLEH atau tidak? Boleh. Ya toh? Boleh.
Jadi, kalau Anda mengucapkan selamat Natal, tapi keyakinan Anda bahwa Nabi Isa bukan Tuhan atau bukan anak Tuhan, maka tidak ada salahnya. Ucapkanlah selamat Natal dengan keyakinan seperti ini dan Anda kalau mengucapkannya sebagai muslim. Mengucapkan kepada umat kristiani yang paham, dia yakin bahwa anda tidak percaya.
Jadi yang dimaksud itu, seperti yang dimaksud tadi hanya basa-basi.
Saya tidak ingin berkata fatwa Majelis Ulama itu salah yang melarang, tetapi saya ingin tambahkan larangan itu terhadap orang awam yang tidak mengerti. Orang yang dikhawatirkan akidahnya rusak. Orang yang dikhawatirkan percaya bahwa Natal itu seperti sebagaimana kepercayaan umat kristen.
Untuk orang-orang yang paham, saya mengucapkan selamat Natal kepada teman-teman saya apakah pendeta. Dia yakin persis bahwa kepercayaan saya tidak seperti itu. Jadi, kita bisa mengucapkan.
Jadi ada yang berkata bahwa itu Anda bohong. Saya katakan agama membolehkan Anda mengucapkan suatu kata seperti apa yang anda yakini, tetapi memilih kata yang dipahami lain oleh mitra bicara Anda.
Saya beri contoh, Nabi Ibrahim dalam perjalanannya menuju suatu daerah menemukan atau mengetahui bahwa penguasa daerah itu mengambil perempuan yang cantik dengan syarat istri orang. Nah, dia punya penyakit jiwa. Dia ndak mau yang bukan istri orang.
Nabi Ibrahim ditahan sama istrinya Sarah. Ditanya, ini siapa? Nabi Ibrahim menjawab, ini saudaraku. Lepas.
Nabi Ibrahim tidak bohong. Maksudnya saudaraku seagama. Itu jalan. Jadi kita bisa saja. Kalau yang kita ucapkan kepadanya selamat Natal itu memahami Natal sesuai kepercatannya, saya mengucapkannya sesuai kepercayaan saya sehingga tidak bisa bertemu, tidak perlu bertengkar.
Jadi syaratnya BOLEH mengucapkannya asal akidah anda tidak ternodai. Itu dalam rangka basa-basi saja, seperti apa yang dikatakan ulama besar suriah itu.
Begitu juga dengan selamat ulangtahun, begitu juga dengan selamat tahun baru. Memang kalau kita merayakan tahun baru dengan foya-foya, itu yang terlarang foya-foyanya, bukan ucapan selamatnya kita kirim. Bahkan, ulama Mustafa Al Zarka’a berkata, ada orang yang menjual ucapan, kartu-kartu ucapan ini, itu BOLEH saja, tidak usah dilarang. Penggunanya keliru kalau dia melanggar tuntunan agama.
Ada orang sangat ketat dan khawatir. Itu kekhawtiran wajar kalau orang di kampung, tidak mengerti agama. Lantas ada yang mengakan kelahiran Isa itu sebagai anak Tuhan dan sebagainya, itu yang tidak boleh. Kalau akidah kita tetap lurus, itu tidak ada masalah.
Kita ucapkan selamat Natal, di ayat kita ini, sekian banyak ucapan selamat yang dutujukan para Nabi. (Tribun Jabar/Indan Kurnia)