Headline Koran Tribun Jabar

Gawat, Serum Antidifteri Habis padahal Kasus Difteri Bertambah, Pengadaan Tak Bisa Segera

"Stok ADS yang ada sebelumnya langsung kami berikan ke pasien. Seiring waktu, ternyata kasusnya bertambah," kata Eva Listya Dewi.

Penulis: Mega Nugraha | Editor: Tarsisius Sutomonaio
SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO
Petugas medis dari Dinas Kesehatan Kota Malang menyiapkan vaksin Tetanus-Diphtheria Toxoid (Td) untuk diberikan pada siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Ahmad Yani, Jalan Kahuripan, Kota Malang, Senin (22/8/2016). Pemberian vaksin pada siswa ini untuk mecegah penularan penyakit Difteri yang telah menjangkiti enam siswa dan satu guru di sekolah tersebut. 

Eva Listya Dewi menjelaskan, ‎pengajuan ADS jadi rumit karena produksi ADS terbatas.

Pasalnya, ‎difteri merupakan wabah penyakit yang diyakini sudah hilang seiring pemberian imunisasi vaksin diphterie, pertusis dan tetanus (DPT) pada imunisasi awal di usia 2, 4, dan 6 bulan kemudian pada imunisasi vaksin DPT lanjutan.

Baca: Ilija Spasojevic Resmi Tinggalkan Bhayangkara FC, Pelabuhan Berikut di Persib Bandung?

Namun pada kenyataannya, masih ada warga yang anaknya tidak diimunisasi vaksin DPT‎ baik pada imunisasi awal maupun lanjutan sehingga penyakit menular tersebut kembali mewabah.

Penularannya sangat mudah. Bahkan bisa lewat udara. Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, bakteri penyebab difteri ditemukan pada 1930-an.

Di Indonesia, imunisasi vaksin DPT diberikan sejak 1976 hingga saat ini.


"Selain produksi ADS yang terbatas, harganya pun mahal. Tahun lalu Purwakarta sempat KLB difteri, ada satu yang meninggal dengan 41 kasus. Kami kekurangan ADS, produksi ADS juga terbatas," ujar Eva.

Solusinya, imbuh dia, tahun lalu kami pinjam ke daerah lain yang tidak ada kasus difteri.

"Tahun ini, kasus difteri hampir merata di Jabar, kami sudah tidak bisa pinjam lagi ke daerah lain. Sekarang kami bergantung pada Pemprov Jabar," kata Eva.

Baca: Naik Angkot yang Disulap Jadi Perpustakaan, Begini Decak Kagum Ketua MPR

Harga ADS mencapi sekitar Rp 2 juta hingga Rp 4 juta untuk 10 ribu unit internasional (UI) sedangkan satu pasien difteri membutuhkan ADS rata-rata paling sedikit 20 ribu hingga 100 ribu UI.

Beri Antibiotik

"Tapi bukan berarti ADS nya tidak ada lan‎tas pasien tidak ditangani. Tetap ditangani tapi sambil menunggu ADS, pasien diberi dulu antibiotik," katanya.

Di tiga rumah sakit di Purwakarta itu, hingga kemarin tercatat sudah ada tujuh pasien difteri. ‎Di RSUD Bayu Asih, satu pasien difteri sudah dipulangkan namun bertambah lagi satu pasien.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved