Begini Cara Kerja Pesawat Terbang Tanpa Awak Ciptaan Mahasiswa ITB, Bisa Dilipat ke Dalam Tabung!
Pesawat seberat 3,5 kilogram tersebut bisa masuk ke dalam tabung karena sayapnya dapat dilipat dengan mudah.
Penulis: Theofilus Richard | Editor: Jannisha Rosmana Dewi
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Theofilus Richard
TRIBUNJABAR.CO.ID, BANDUNG - Pesawat terbang tanpa awak yang dibuat oleh Tim Akash Adhyaksa dari Divisi Technology Development, Aksantara ITB, memiliki keunikan tersendiri.
Keunikan yang dimiliki yaitu pesawat terbang tanpa awak tersebut dapat dilipat dan dimasukan ke dalam tabung.
Ditemui di markasnya, di PMO Sabuga ITB, Jumat (3/11/2017), beberapa anggota Tim Akash Adhyaksa menjelaskan cara kerja pesawat tersebut kepada Tribun Jabar.
Fadli, seorang anggota Tim Akash Adhyaksa, membawa sebuah tabung setinggi sekira 1,5 meter.
Di dalam tabung terdapat sebuah pesawat sepanjang 1,2 meter dengan sayap selebar 1,5 meter.
Pesawat seberat 3,5 kilogram tersebut bisa masuk ke dalam tabung karena sayapnya dapat dilipat dengan mudah.
Kondisi Arya Bocah Penderita Obesitas Kini Beda Banget dan Georgia Blak-blakan Sudah Hamil 3 Minggu https://t.co/cf8Ih9V0z9 via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) November 5, 2017
"Jadi pada Divisi Technology Development, Aksantara ITB membawa konsep folding wing. Wahana tersebut mampu melipat sayap agar bisa masuk ke dalam tabung, lalu pesawat dapat diluncurkan melalui tabung menggunakan launcher," ujar Nathan, satu di antara anggota Tim Akash Adhyaksa, Divisi Technology Development, Aksantara ITB, kepada Tribun Jabar.
Setelah dikeluarkan dari tabung penyimpan pesawat, pesawat ini kemudian dimasukkan ke dalam sebuah tabung peluncur.
Tabung peluncur tersebut terdiri dari tabung yang di bawahnya terdapat sebuah tabung yang lebih besar berisi angin.

Menurut penuturan Fadli, anggota Tim Akash Adhyaksa, udara yang dibutuhkan dalam tabung peluncur tersebut sebanyak tujuh bar.
Setelah launcher tersebut dihubungkan ke listrik berdaya sekira 200 volt, maka pesawat hampir siap diluncurkan.
Pesawat ini nantinya akan mengikuti dua buah pesawat kecil yang berfungsi sebagai pengirim sinyal pengendali ke Ground Control Station.
Satu pesawat berfungsi sebagai pesawat misi dan satu pesawat sebagai pesawat relay.
Sistem ini disebut coordination air relay system.

Cara ini digunakan untuk mengatasi hambatan pengiriman sinyal ke laptop, semisal pohon yang tinggi atau sebuah bukit.
Fadli menganalogikan sistem ini dengan perangkat penguat sinyal wifi.
"Satu pesawat diterbangkan, kemudian sistem datanya dari pesawat misi ke pesawat relay terus ke laptop. Dengan coordination air relay system terbangnya bisa lebih jauh," ujar Fadli.
Tahap akhir peluncuran adalah pengendalian sistem dari laptop.
"Jadi kami setting di laptop, intinya kami ingin membuat relay, kami butuh pesawat ini terhubung dengan laptop kami. Nanti dari sini, kami bisa melihat pesawat relay mengikuti pesawat misi," ujar Fadel, anggota Tim Akash Adhyaksa yang berperan sebagai operator sistem dari laptop.
Sudah Resmi Bercerai, Nafa Urbach dan Zack Lee Justru Terlihat Makin Kompak dan Tuai Pujian Netizen https://t.co/VUw5rnaVjB via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) November 5, 2017
Setelah seluruhnya siap, maka pesawat pun siap diterbangkan.
Ketika diluncurkan, pesawat ini akan membuka sayapnya saat sudah berada di udara.
Pesawat ini bisa terbang sejauh sekira 1,2 kilometer.

Sebagai informasi, pesawat ini mendapatkan penghargaan sebagai Best Design dalam Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) 2017.
Selain itu, Tim Akash Adhyaksa dari Divisi Technology Development, Aksantara ITB dianugerahi sebagai juara dua, memenangkan sertifikat penghargaan dan uang pembinaan sebesar Rp 6 juta.
KRTI 2017 digelar di Pasuruan dan melibatkan lebih dari 70 tim yang berasal lebih dari 30 perguruan tinggi di Indonesia.
Nathan mengatakan proses pembuatan pesawat lipat ini memerlukan waktu sekira delapan bulan.
Ke depannya, Tim Akash Adhyaksa akan mengembangkan teknologi ini dan mempublikasikan inovasinya dalam sebuah paper.
