Bocah Penderita Kelumpuhan Otak Ini Membutuhkan Alat Terapi Berdiri
Bocah perempuan asal Sukamiskin, Bandung, Zalfa Lamya Taliya (6), yang memiliki penyakit Cerebral Palsy . . .
Penulis: Yongky Yulius | Editor: Dedy Herdiana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Yongky Yulius
TRIBUNJABAR.CO.ID, BANDUNG - Bocah perempuan asal Sukamiskin, Bandung, Zalfa Lamya Taliya (6), yang memiliki penyakit Cerebral Palsy (kelumpuhan otak), Epilepsi, Trombositopenia, dan Ensefalitis sekaligus itu sedang membutuhkan alat terapi berdiri.
Hal tersebut dikatakan oleh ibunya, Lisna Nurindah Sari (33), kepada Tribun Jabar, Selasa (31/10/2017), di rumahnya.
"Zalfa ini sekarang belum bisa berdiri, hanya bisa tidur saja. Kalau tidur pun sepertinya kepalanya terasa sakit, kadang-kadang menangis dan kejang. Anak terkena CP (Cerebral Palsy) butuh latihan berdiri," ujarnya.
Saat ini, kata Lisna, kondisi antara pinggul dan paha sebelah kiri Zalfa lebih renggang ketimbang paha dan pinggul sebelah kanannya.
Baca: Terungkap! Ini Alasan Persib Bandung Tidak Latihan Lagi di Lapangan Lodaya
Maka, jika diukur, kaki sebelah kanan dan kiri Zalfa panjangnya tidak sama. Lebih panjang kaki sebelah kirinya.
Kondisi ini, kata Lisna, kemungkinan bisa bertambah parah jika Zalfa tidak dirutinkan untuk terapi berdiri.
Lisna mengaku, tidak sanggup memegang Zalfa agar berdiri oleh dirinya sendiri karena beban badan Zalfa yang cukup berat.
Mengharukan! Keajaiban Besar Warnai Kehidupan Bocah Penderita Kelumpuhan Otak Ini https://t.co/IcglE7FlxV via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) November 1, 2017
Tidak hanya itu, Lisna pun sering membandingkan anak lainnya yang terkena Cerebral Palsy dengan Zalfa.
Namun, perkembangan Zalfa dirasanya lebih lambat jika dibandingkan dengan anak lain yang memiliki penyakit serupa.
Zalfa, kata Lisna, kondisinya sering naik dan turun, tak menentu. Ia pun tidak mengetahui mengapa itu bisa terjadi.
Saat Tribun Jabar berkunjung ke rumahnya, Zalfa terlihat hanya bisa terdiam lemah di pangkuan ibunya.
Saat digendong ibunya, Lisna Nurindah Sari (33), tangan dan kaki Zalfa tampak tegang.
Tatapan matanya kosong, sementara mulutnya juga terlihat kaku. Tampak sisa makanan mengering di sekitar mulutnya.
Zalfa hanya bisa memukul-mukulkan tangannya secara pelan pada ibunya sambil menangis.
"Iya ini kalau kerasa sakit, biasanya Zalfa menangis terus kejang-kejang beberapa menit. Nggak mau dalam posisi tidur. Harus digendong ditempelin, harus lurus seperti berdiri. Karena ada cairan berlebih di kepalanya, dan mungkin terasa sakit kalau tertidur," ujar Lisna.
Saat Zalfa menangis dan kejang-kejang, biasanya, lanjut Lisna, harus diberi pasokan oksigen atau hanya digendong sambil diusap-usap.
Karena penyakit yang dimilikinya, Zalfa pun belum bisa bersekolah seperti anak lainnya.
Saat Zalfa berumur dua tahun sebenarnya pernah dibawa ke Solo untuk terapi selama beberapa bulan.
Keadaannya, saat diterapi itu, lanjut Lisna, sudah mulai membaik. Zalfa bisa duduk dan bisa berjalan.
Namun, selesai dari Solo dan dibawa lagi ke Bandung karena keterbatasan biaya, kondisinya kembali memburuk.
"Tapi beres terapi di sana malah memburuk lagi. Terus dibawa ke rumah sakit di margahayu. Akhirnya, tahun 2015 dirawat di Al Islam pakai BPJS. Sekarang, kembali lagi di Hermina buat fisioterapi dan terapi wicara ringan agar bisa ngunyah makanan seminggu tiga kali. Kontrolnya ke RSHS," ujar Lisna.
Lisna, mengaku, pada tubuh Zalfa sempat muncul ruam merah karena trombosit dan leukositnya rendah secara bersamaan karena pengaruh obat generic.
"Sama dokter sempat dikasih obat generic dari obat yang biasa dikonsumsi Zalfa, tapi ada efek sampingnya. Sekarang, obatnya sudah diganti lagi. Tapi, Zalfa malah belum tidur selama enam hari," ujarnya.
Di sekitar mata Zalfa pun terlihat menghitam, karena ia belum tidur selama enam hari lamanya.
Zalfa sudah memiliki penyakit Cerebral Palsy sejak tahun 2011 saat ia baru lahir. (*)