Letusan Terakhir Gunung Agung Tewaskan 1.148 Warga, Berikut Kondisinya Saat Ini
Kasbani menyampaikan Gunung Agung terakhir erupsi pada tahun 1963 silam dengan dampak yang luas . . .
TRIBUNJABAR.CO.ID, AMLAPURA - Instansi terkait dari BNPB, Pemkab Karangasem, Pemprov Bali, Kepolisian, TNI dan lainnya menggelar rapat koordinasi dalam menghadapi ancaman erupsi Gunung Agung, Sabtu (23/9/2017) siang di Kantor Bupati Karangasem, Bali.
Kepala BNPB Willem Rampangile seperti dilansir TRIBUN-BALI.COM, membuka rapat koordinasi tersebut dan dilanjutkan dengan pemaparan dari Kepala Pusat PVBMG, Kasbani mengenai perkembangan terbaru dari aktivitas Gunung Agung.
Kasbani menyampaikan Gunung Agung terakhir erupsi pada tahun 1963 silam dengan dampak yang luas dan sudah 54 tahun yang lalu.
Baca: TERPOPULER PERSIB - Kehilangan Ezechiel, Harapan Bobotoh pada Spaso, hingga Komentar Egy pada Persib
Di mana Gunung Agung sendiri memiliki indeks skala letusan dua sampai lima, dan Gunung Tambora memiliki indeks skala terbesar yakni tujuh dan dibawahnya adalah Gunung Krakatau.
"Gunung Agung indeks lima, kalau merasakan letusan Gunung Merapi waktu itu. Dan tahun 1963 Gunung Agung erupsi itu sepuluh kalinya dari letusan Gunung Merapi tahun 2010," ungkap Kasbani.
Kasbani menyampaikan saat itu Gunung Agung mengeluarkan material sebesar 287 juta meter kubik dan sekitar 124.000 warga diungsikan.
Tanda-tanda Sekarang Mirip dengan Jelang Gunung Agung Meletus Tahun 1963
Sebelumnya, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, jumlah pengungsi di sekitar Gunung Agung, Bali, terus bertambah.
Berdasarkan catatan sementara, jumlah pengungsi akibat adanya aktivitas vulkanik di gunung tersebut mencapai 1.259 orang.
"Jumlah pengungsi terus bertambah, mengingat belum semua data dilaporkan ke Pusdalops BPBD Bali," ujar Sutopo dalam keterangan tertulis, Kamis (21/9/2017).
Menurut Sutopo, masyarakat sudah berinisiatif mengungsi meski belum ada perintah untuk mengungsi dari pejabat berwenang.
Sebagian besar masyarakat mengungsi karena pengalaman masa lalu, saat Gunung Agung meletus tahun 1963.
Gempa vulkanik yang sering terjadi saat ini mirip dengan kejadian sebelum Gunung Agung meletus tahun 1963.
"Letusan saat itu berlangsung hampir selama setahun, yaitu 18/2/1963 hingga 27/1/1964. Korban tercatat 1.148 orang meninggal dan 296 orang luka," ungkapnya.
Menurut Sutopo, tidak mudah menangani pengungsi. Apalagi, pengungsi akibat erupsi gunung api yang jumlahnya besar, dan tidak diketahui lama waktu pengungsiannya.
Sutopo mengatakan, saat ini sudah banyak tenda pengungsi didirikan di sekitar Gunung Agung. Namun, umumnya mengungsi di tenda tidak nyaman, karena panas. Dan jika terjadi erupsi disertai hujan abu dan pasir, tenda dapat roboh seperti saat erupsi Gunung Merapi tahun 2010.
Banjar atau balai desa adalah tempat pengungsian yang lebih nyaman. Begitu juga mengungsi di kerabat atau desa sekitarnya.
"BNPB telah menyarankan agar dicari desa-desa di sekitarnya yang aman dan bisa menampung pengungsi. Model ini dikenal sister village seperti yang banyak dikembangkan di sekitar Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta," tuturnya.
Sutopo mengimbau masyarakat tetap tenang. Pemerintah dan pemda bersama unsur lainnya pasti akan melindungi masyarakat.
Saat ini masih terus disiapkan sarana dan prasarana di pos pengungsian. Prioritas pengungsian adalah kelompok rentan, yaitu balita, ibu hamil, lansia, dan penyandang disabilitas. (*)