Liputan Khusus Mesin Parkir
Ternyata Mesin Parkir Tak Banyak Dilirik Warga Bandung, Ini Sejumlah Alasan yang Bikin Prihatin
"Saya lebih memilih bayar langsung saja, soalnya enggak tahu caranya menggunakan mesin parkir," ujar Muhamad Faisal
Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Kisdiantoro
Berbeda dengan yang lain, Iqbal Fauzi (23) justru memilih membayar retribusi parkir melalui mesin TPE. Iqbal memilih menggunakan mesin parkir di kawasan Braga tersebut untuk keamanan sepeda motor yang digunakannya.
"Buat keamanan, sebenarnya parkir ini tidak ilegal makanya dibuat mesin parkir. Tapi lebih aman di sini," kata Iqbal.
Iqbal mengungkapkan, dengan menggunakan jasa mesin parkir, ia membayar dengan harga yang lebih terjangkau.
"Biasanya saya hanya beberapa jam. Per dua jam Rp. 2.500. Jatuhnya lebih murah. Kalau parkir biasa, walaupun dua ribu tapi tidak aman," ucapnya.
Mahasiswa Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) tersebut berpesan supaya mesin-mesin parkir berwarna khusus merah itu untuk diperbanyak jumlahnya di berbagai titik lokasi di Kota Bandung lainnya.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung, Didi Ruswandi, mengklaim pendapatan retribusi dengan menggunakan mesin TPE selalu meningkat. Hal ini, kata Didi, terbukti dari banyaknya masyarakat pengguna kendaraan bermotor yang melakukan transaksi dengan mesin TPE.
"Minggu kedua setelah pemasangan ada sekitar Rp 10 juta transaksi. Minggu ketiga naik menjadi Rp 16 juta. Nah, setelah diresmikan Pak Wali, di minggu kelima langsung naik ke Rp 47 juta," kata Didi kepada Tribun di kantornya, Jumat (25/9).
Menurut Didi, setidaknya ada 445 mesin TPE yang tersebar di Kota Bandung. Mesin itu diklaim Didi tidak pernah bermasalah. Begitu pula dengan sistem transaksinya. (tim)