Berita Eksklusif Tribun Jabar
Protes Pembangunan Perumahan Griya Sampurna, Warga Desa Sukadana Takut Rumahnya Terkena Longsor
Tanah itu dihasilkan oleh proses pengurukan lahan perumahan. Jarak tebing dengan rumah penduduk hanya sekitar tujuh meter.
Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Fauzie Pradita Abbas
Sebelum perumahan Griya Sampurna dibangun, kata Azam, lahan tersebut ditumbuhi banyak bambu dan pohon berkayu keras lainnya yang dapat menyerap air hujan.
Terkuak, Chef Juna Akhirnya Liburan Bareng Wanita yang Jadi Juniornya. Beneran Cinta Lokasi? https://t.co/GAmHRVyimb via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) September 13, 2017
Namun, setelah ada perumahan itu air hujan tak diserap tanah dengan baik. Air disertai lumpur langsung menerjang permukiman warga di Kampung Cipareuag.
Pada 9 Juni 2015, hujan deras mengguyur kawasan tersebut. Banjir lumpur disertai batu-batu sebesar kepalan tangan menerjang rumah-rumah warga.
Pada 7 September 2016, banjir serupa menerjang. Pada kejadian kedua itu, banjir lumpur tidak hanya menerjang rumah-rumah, tapi juga madrasah dan masjid.
"Dulu kejadian itu saat pembangunan perumahan baru 25 persen. Kami (warga) mendatangi kantor perumahan dan minta agar tebing yang berbatasan dengan warga dibenteng saja, ditahan dengan beronjong berisi batu dengan pola terasering.
Tapi sampai sekarang, sampai pembangunan sudah mencapai 80 persen, realisasi pembentengan itu tidak ada," ujar Azam.
Azam khawatir, jika sudah selesai membangun perumahan, pihak pengembang akan lari dan tidak memedulikan nasib warga.
Jangankan nanti setelah beres pembangunan, kata Azam, saat ini pun pengembang susah ditemui ataupun dihubungi.
Di Kampung Cipareuag, tinggal 350 keluarga dari dua RW.
Mereka yang berada di garis rawan, tepat di bawah tebing tanah perumahan Griya Sampurna sebanyak 56 keluarga yang terdiri atas 224 orang.
Hilman (30), warga RT 02/07, mengatakan sudah banyak yang dilakukan warga untuk mengupayakan agar bencana tidak kembali menerjang kampungnya.
Selain melakukan sejumlah demonstrasi ke kantor pengembang, perwakilan warga juga sudah pernah meminta bantuan ke DPRD Kabupaten Sumedang.
"Upaya itu juga tidak membuahkan hasil. Kami tidak tahu pasti," ujarnya.
Diperkosa Beberapa Jam Sebelum Pernikahan, Hidup Wanita Ini Bagai Dikutuk. Simak Kehidupannya Kini https://t.co/UIbpiSEwpy via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) September 13, 2017
Warga heran dengan pihak pengembang. Sudah janji tiga kali akan membangun tembok penahan tebing, tapi tak kunjung terlaksana.
Padahal, selama empat tahun pembangunan, pihak pengembang terus-menerus menggelar sejumlah acara perayaan.
Misalnya, beberapa kali festival marawis sebagai perayaan hari-hari besar agama Islam, acara tablig akbar, hingga yang terakhir acara jalan santai untuk memeriahkan hari ulang tahun ke-72 kemerdekaan RI. (tim)