Tiga Bulan Mati Suri, Enti Malah Ditinggal Suami dan Anaknya
Berat badannya pun hanya tinggal 20 kilograman. Padahal saat masih sehat, berat badannya mencapai 52 kilogram.
Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Ichsan
Enti Sulastri (35) hanya bisa terbaring lemah di kasur ukuran 1,5x 2 meter dengan beralaskan perlak warna coklat dengan selimut bercorak belang putih dan biru tua. Badannya kurus. Kakinya nampak kaku seperti dalam posisi sila dan tangan kanannya mengepal kuat.
Perempuan asal Kampung Anjung RT 02/04, Desa Cibeet, Kecamatan Ibun tersebut menderita penyakit yang belum diketahui jenisnya sejak empat tahun lalu. Putri pertama dari tujuh bersaudara pasangan Toto (52) dan Idah (54) bahkan tidak bisa berkomunikasi lagi. Lidahnya sudah kaku dan tak bisa berucap sepatah kata pun.
Mirisnya lagi, Enti yang kondisinya seperti itu justru ditinggal suaminya yang turut membawa kedua anaknya pergi sejak dua tahun lalu. Sejak kondisi Enti makin parah. Suami Enti pergi tanpa pamit dan alasan apapun dengan kelurga Enti. Kondisi Enti bahkan kini sangat memprihatinkan.
Berat badannya pun hanya tinggal 20 kilograman. Padahal saat masih sehat, berat badannya mencapai 52 kilogram. Berat badan yang terbilang sangat sehat bagi seorang perempuan dengan tinggi sekitar 165 sentimeteran.
Kini untuk makan pun, Enti hanya bisa dibantu oleh Idah. Setiap harinya mulut Enti hanya bisa melumat bubur. Jika memakan nasi, Enti kesulitan mengunyah atau menelannya. Buburnya pun bubur sachetan yang dibeli di warung-warung seharga Rp 1.000.
"Udah enggak bisa ngomong. Makan saja pakai bubur. Makannya sih tiga kali sehari. Itu saja dibantu sama ibu. Soalnya si Neng kan enggak bisa makan. Tanggannya kaku badannya juga enggak bisa berdiri," ujar Idah didampingi sang suami di rumahnya, Selasa (9/5) kemarin.
Untuk buang air besar dan kencing pun Enti juga berada di kasur. Idahlah yang sehari-hari mengurus dan membantu semua aktivitas Enti selama empat tahun ini. Terkadang, Toto pun ikut membantu jika sedang tak menjaga pemakaman umum.
Awal mula Enti menderita penyakit itu pada sekitar pertengahan tahun 2013. Kala itu Enti tengah berjalan menuju rumah ditemani salah satu adiknya. Tiba-tiba Enti terpelset dan mulutnya berbuih seperti mengelurkan busa.
"Awalnya saat jalan mau pulang ke rumah sama Pipit (25) adiknya, tiba-tiba kepeleset dan mengeluarkan busa. Saat itu Neng udah enggak sadar dan langsung seperti itu. Udah enggak bisa bicara juga. Badannya kaku," ujar Idah diamini Toto.
Menurut Idah, setelah awal kejadian itu, Enti bahkan terlihat seperti koma selama tiga bulan. Namun, mata Enti kemudian terbuka berkat menjalani terapi dari orang yang berdomisili di Kecamatan Ibun.
"Tiga bulan kata orang mati suri. Kayak orang koma. Matanya baru bisa melek setelah diterapi sama orang sini. Alhamdulillah. Tapi ya kondisinya enggak ada perubahan," kata dia.
Pada tahun 2014, Idah yang mengandalkan uang dari pekerjaannya sebagai penunggu warung dengan upah sekitar Rp 30 ribu per harinya, memberanikan diri membawa Enti ke RS Ebah. Namun Enti justru disuruh pulang lagi. Idah pun bahkan tidak diberi tahu penyakit apa yang diderita oleh anak sulungnya itu.
Menurut dia, pihak RS Ebah menilai jika Enti masih sehat dan lebih baik dibawa pulang. Semenjak itu, Enti hanya dirawat di rumah saja karena keterbatasan biaya. Pasalnya Idahlah yang saat ini sebagai tulang punggung keluarga. Sedangkan Toto hanya merawat pemakaman umum yang kadang diberi upah tak tentu setiap menjelang lebaran.
Anak-anak Idah yang lain yakni Dadang (34), Engkus Kusnadi (30), Pipit (25), Ipan (19), Egi (18), juga tidak memiliki pelerjaan tetap alias serabutan. Sedangkan Sandi (16) masih duduk di bangku sekolah.
Belum lagi, Enti belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Enti mau pun keluarga Idah hanya mendapat Kartu KIS dan beras miskin (Raskin) enam liter setiap bulannya. Itu pun beras juga harus ditebus senilai Rp 2.100 per liternya. Belum lagi ditambah dengan keluarga Idah. Jadi total raskin yang diterima mencapai 12 liter per bulannya
"Udah enggak ada biaya lagi. Makanya dirawat dirumah. Kalau ada uang paling di alternatif. Tapi itu juga jarang. Uang Rp 30 ribu dicukup-cukupin buat sehari-hari. Kadang ada sampingan buat nebus beras dibantu anak-anak yang kerja serabutan," ujarnya.
Meski demikian, Idah dan keluarga sangat bersyukur. Rumah berukuraan 5x6 meter yang kini ditempagi oleh keluarha Idah merupakan bantuan dari pihak Polsek Ibun. Rumah tersebut dibangun oleh Polsek Ibun yang dikomandoi Kapolsek Ibun, Iptu Asep Dedi.
Pasalnya, sebelum keluarga Idah menempati rumah yang sekrang ini, dulunya menumpang dibangunan milik orang lain yang jaraknya tak jauh dari rumah yang sekarang ditempati. Sehingga, saat pemilik bangunan akan menggunakan bangunan itu kembali, maka keluarga Idah terpaksa harus pindah.
"Justru yang sering bantu kami itu dari Polsek Ibun. Apalagi Pak Kapolseknya. Beliau sering kali ngasih bantuan kepada kami. Beliau sayang kepada keluarga kami. Alhamdulillah punya Pak Kapolsek seperti beliau," ujar Idah menahan tangis haru.
Idah dan Toto berharap keajaiban datang menghampiri Enti. Sehingga, Enti bisa kembali lagi seperti semula. Idah dan Toto juga merasa rindu dengan candaan-candaan Enti selama masih sehat dulu.
"Pengennya sih sehat lagi seperti dulu. Terus pengennya kami, suami Enti itu kasih kepastian. Mau anak saya dicerai atau bagaimana. Jangan seperti ini. Tidak bertanggung jawab. Malah bawa cucu saya kabur juga," katanya.
Kapolsek Ibun, Iptu Asep Dedi mengatakan, pihak Polsek Ibun membantu mendirikan bangunan keluarga Idah karena dorongan hati nurani. Pasalnya, Idah yang hanya sebagai penjaga warung harus membiayai seluruh keluarganya termasuk Enti.
Bantuan yang digunakan untuk membangun rumah kelaurga idah pada Februari 2017 itu, lanjut Kapolsek, adalah hasil dari program Kencleng Jumat. Dimana setiap Jumat, para anggota Polsek Ibun mengencleng seikhlasnya untuk nantinya digunakan sebagai kepentingan-kepentingan atau bantuan-bantuan sosial.
"Kami hanya membantu semampu kami untu meringankan beban mereka. Karena memang mereka termasuk kategori warga miskin. Dulu tinggalnya kan di bangunan milik orang. Enggak punya sendiri. Makanya kami buatkan rumah. Kalau tanah milik kekuarga Idah," kata dia.
Asep juga mengaku prihatin dengan kondisi Enti. Menurutnya, Enti seharusnya mendapat bantuan pengobatan gratis dari pemerintah. Pasalnya, untuk berobat Enti, keluarga Idah sudah tak lagi memiliki biaya.
"Ibu Enti kan hanya penjaga warung. Upahnya pun hanya pas-pasan. Makanya Enti tidak bisa dibawa ke rumah sakit untuk pengobatannya," kata dia.
Kapolsek juga akan membantu keluarga Idah untuk bertemu suami Enti yang saatbini tinggal di Gunung Kanci, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Pasalnya, keluarga Idah ingin menanyakan kepastian suami Enti yang telah meninggalkan Enti dua tahun lalu.
"Ditinggalnya kan dua tahun lalu. Nanti kami akan bantu keluarga Idah untuk menemui suami Enti untuk menanyakan kejelasan status Enti. Apakah suaminya akan merawat atau dipasrahkan ke keluarganya," kata dia. (raw)