Hikmah Ramadan
Mengukur Kualitas Ramadan
MUDAH-mudahan kita termasuk golongan yang berbahagia dengan kehadiran Ramadan
BEBERAPA hari lagi Ramadan akan berlalu meninggalkan kita. Namun apakah kita telah memanfaatkan secara maksimal kehadiran Ramadan? Mudah-mudahan kita termasuk golongan yang berbahagia dengan kehadiran Ramadan. Pun menjadi golongan yang bergembira karena berhasil memanfaatkan Ramadan sebagaimana yang dikehendaki Allah swt, serta mendapat berbagai keistimewaannya.
Allah swt menghendaki bahwa ibadah puasa di bulan Ramadan merupakan pendidikan ilahiah bagi peningkatan kualitas diri hamba-Nya. Yaitu, menjadikan mereka sebagai hamba yang bertakwa. Oleh karena itu, penilaian kualitas ibadah puasa setiap hamba tidak dapat hanya dibatasi pada koridor "sah" secara syariat fikih.
Tetapi, didasarkan pada penilaian langsung dari Allah swt sehingga kita mendapati bahwa Rasulullah saw sangat mewanti-wanti umat-Nya agar tidak terjebak pada pelaksanaan ibadah puasa sebatas menahan lapar dan dahaga. Lebih dari itu, tidak ada nilai pahala sedikitpun dari ibadah puasa yang dilaksanakannya.
Menerawang kualitas Ramadan dimaknai sebagai upaya untuk terus melakukan evaluasi dan introspeksi, serta adanya komitmen untuk meningkatkan kualitas dari waktu ke waktu, selama Allah swt memberikan jatah hidup di dunia.
Muhasabah mengukur kualitas Ramadan sejatinya dilaksanakan dengan melakukan perenungan akan makna ibadah puasa secara mendalam. Karena takwa sebagai agenda besar tujuan dari ibadah puasa, mencakup berbagai dimensi.
Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Syeikh Salman bin Fahd Al-Awdah, dalam buku Durus Ramadaniyyah. Bahwa puasa memuat berbagai dimensi makna ketika kita menghayati secara mendalam, yaitu :
a. Puasa merupakan refleksi dari keimanan yang benar kepada Allah swt, sehingga kita mendapati bahwa pada hakikatnya puasa merupakan ibadah yang bersifat rahasia antara kita dengan Allah swt. Seseorang dapat tidak menjalankan ibadah puasa jika ia berkehendak.
Seorang yang berpuasa meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, dll, atas dasar sukarela, padahal ia bisa saja melakukan hal-hal tersebut secara sembunyi-sembunyi.
Ibadah puasa yang dijalankan seorang hamba menggambarkan akan suatu keyakinan bahwa Allah swt Maha Memperhatikan setiap gerak-gerik hamba-Nya. Sehingga, seorang hamba akan yakin apapun yang ia lakukan tidak dapat luput dari pantauan-Nya.
Hal tersebut merupakan pelajaran penting yang sejatinya lebih dipertegas lagi oleh kita dalam setiap amal perbuatan dalam keseharian sepanjang tahun. Bukan hanya sebatas di bulan Ramadan.
Selanjutnya, evaluasi kualitas Ramadan dapat dilakukan dengan merenungi apakah kita sudah merefleksikan pemaknaan dimensi keimanan yang sebenarnya dalam ibadah puasa yang kita lakukan, serta dalam amal kebajikan yang gemar kita tingkatkan pada bulan Ramadan ?
b. Puasa melatih seorang hamba untuk memiliki pandangan akan kehidupan akhirat kelak, ia cenderung meninggalkan urusan duniawi untuk meraih pahala kebajikan di akhirat kelak.
Standar dalam mengukur untung dan rugi yang digunakannya adalah standar akhirat. Sehingga, ia meninggalkan makan, minum, dan kenikmatan lainnya di siang Ramadan, demi balasan kebajikan di hari kiamat kelak.
Hal tersebut menanamkan keimanan akan hari kiamat dalam kalbu seorang hamba. Serta menambatkan kebenaran kehidupan kekal di akhirat didalam kalbunya. Sehingga ia akan memiliki keseimbangan dalam kehidupannya sehari-hari, antara dunia dan akhirat.
c. Ibadah puasa adalah wujud kepatuhan dan penghambaan kepada Allah swt. Puasa mengajarkan akan hakikat makna penghambaan sesungguhnya. Diantaranya adalah ketika masuk waktu subuh, kita menghentikan makan dan minum, dan ketika maghrib datang, kita langsung makan dan minum.
Tiga dimensi pemaknaan puasa tersebut mengantarkan kita pada hakikat wujud dari sosok hamba Allah bertakwa, yaitu sosok yang dijadikan tujuan dari diwajibkannya ibadah puasa. Puasa mengajarkan kepada kita pentingnya menjadi hamba Allah swt yang paripurna. Yaitu, sosok yang memiliki keimanan dengan sebenar-benar keimanan, memiliki keseimbangan duniawi-ukrowi, dan melaksanakan kehidupan sebagai wujud totalitas penghambaan kepada Allah swt.
Untuk itu, mengukur kualitas Ramadan dan kualitas ibadah puasa yang kita laksanakan, sejatinya merenungkan kembali sejauh mana tiga dimensi pemaknaan tersebut hadir secara berkualitas dalam puasa yang kita jalankan dan dalam amal perbuatan lain di bulan Ramadan, serta sejauh mana kualitas keberlangsungannya dalam keseharian setelah Ramadan. (AHMAD HERYAWAN)
Selengkapnya bisa dibaca di Harian Pagi Tribun Jabar, Jumat (25/7/2014).