Mengemis 15 Hari Walang Raup Rp 25 Juta
Petugas kaget, kemudian memeriksa plastik lainnya dan ditemukan juga uang dengan jumlah jutaan sehingga dalam pemeriksaan itu diketahui
BAGI Walang bin Kilon (54) dan Sa'aran (60), Jakarta menjadi surga untuk mencari nafkah dengan cara mengemis. Meski pekerjaan itu dilarang, warga Subang, Jawa Barat, itu tetap melakukannya karena penghasilan yang didapatkan sangat besar.
Tindakan mereka akhirnya dihentikan oleh petugas Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan di Jalan Raya Gatot Subroto. Mereka diciduk di kolong jalan layangPancoran, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2013) malam kira-kira pukul 19.30. Mereka mengaku baru datang di Jakarta 15 hari lalu dan berhasil mendapatkan Rp 25 juta dengan meminta-minta.
"Sebelumnya dua orang ini enggak ada. Tapi lewat pantauan, diketahui kalau dua PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial) ini beroperasi cuma malam hari saja," ujar Kepala Seksi Rehabilitasi Sudin Sosial Jakarta Selatan Miftahul Huda, Rabu (27/11/2013).
Miftahul mengatakan, saat petugas memeriksa kedua pengemis itu, ditemukan beberapa plastik warna hitam yang di dalamnya terdapat kantong-kantong plastik kecil dengan warna sama. Pada plastik pertama, dia mengatakan, petugas menemukan sejumlah uang berantakan dengan total sebesar Rp 7 juta.
"Petugas kaget, kemudian memeriksa plastik lainnya dan ditemukan juga uang dengan jumlah jutaan sehingga dalam pemeriksaan itu diketahui kalau total uang keseluruhan sebesar Rp 25.448.600," kata Miftahul.
Ia mengatakan, kedua pengemis itu biasa tidur di emperan toko. Ketika sudah mengumpulkan banyak uang, mereka akan pulang kampung. Miftahul mengatakan, kedua pengemis itu telah diserahkan ke Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya (PSBIBD), Jalan Raya Bina Marga No. 48, Cipayung, Jakarta Timur.
Ia mengimbau kepada warga untuk tidak terjebak dan merasa iba terhadap penampilan para pengemis yang lusuh dan kotor. Penampilan seperti itu, menurut Miftahul, dilakukan sebagai modus untuk mencari uang.
Walang dan Sa'aran memiliki tugas dan peran berbeda. Walang yang masih terlihat bugar bertindak sebagai pendorong gerobak. Adapun Sa'aran yang lebih tua dan kurus berpura-pura sebagai orang sakit yang berada di atas gerobak.
Fenomena pengemis seperti ini mungkin bukan hanya Walang. Tak sedikit kisah seperti Walang ditemukan di kota lain. Soal memberi kepada pengemis di jalan, beberapa waktu lalu MUI sudah mengimbau agar sedekah sebaiknya diberikan kepada lembaga zakat dan sedekah atau langsung ke panti asuhan.
Di Bandung pun, Wali Kota Ridwan Kamil melakukan hal serupa. Ia memasang spanduk larangan memberikan sedekah kepada pengemis di tiap setopan lampu merah, merazia, dan menempatkan pengemis di Mes Lapangan Persib. Bahkan menggaji pengemis gelandangan yang mau jadi penyapu jalan. Tapi tetap saja, pengemis gelandangan masih bisa dijumpai di sudut-sudut kota, kucing-kucingan dengan aparat Satpol PP yang setiap saat bisa merazia mereka. (wartakota)