Bertahun-Tahun Ajukan Sertifikat Tak Digubris BPN
Masyarakat Punclut Kampung Nyalindung, Kelurahan Ciumbuleuit, turun ke jalan menghadang pengerukan tanah yang dilakukan PT DAM Utama Sakti Prima
Editor:
Darajat Arianto
BANDUNG, TRIBUN - Masyarakat Punclut, Kampung
Nyalindung, Kelurahan Ciumbuleuit, Kecamatan Cidadap turun ke jalan
menghadang
pengerukan tanah yang dilakukan oleh PT DAM Utama Sakti Prima, Rabu
(21/3)
pagi. Massa yang berjumlah sekitar 80 orang tersebut menghadang
pengerukan tanah
jalan karena tanah tersebut menurut mereka adalah milik warga, bukan
milik PT
DAM.
Dalam aksi yang dijaga Polrestabes Bandung
tersebut, masyarakat
sempat menghadang backhoe yang
digunakan untuk mengeruk tanah yang disengketakan. Acil Darmawan
Hardjakusumah
atau yang lebih dikenal dengan nama Acil Bimbo terlihat hadir dalam aksi
tersebut dan ikut berorasi. Di atas mobil carry, Acil yang mengaku
datang atas
kehendaknya sendiri, menyerukan keprihatinannya atas sengketa tanah ini.
“Yang saya sesalkan ini arogansi dari
cukong-cukong
itu. Tidak ada tenggang rasa. Saya di sini tidak melihat adanya kepekaan
dari
aparat. Bagi saya ini sangat sangat menyakitkan. Di lembur sorangan,
di Bandung, saya teu bisa nanaon,” ujarnya
Salah seorang warga, Ibu Oneng (58), mengaku
memiliki
tanah yang kini diklaim sebagai milik PT DAM. Ia mengatakan bahwa sejak
dulu ia
sudah memiliki tanah ini sebagai warisan dari kedua orang tuanya. Namun
ia juga
mengakui bahwa dirinya tidak memiliki sertifikat kepemilikan tanah
tersebut.
Oneng juga mengatakan tidak akan menjual tanahnya tersebut meskipun
diberi uang
ganti rugi oleh PT DAM.
“Saya tak pernah merasa menjual tanah ini
kepada PT
DAM, kenapa tiba-tiba dibongkar jadi jalan?” ujarnya.
Sengketa tanah antara warga dengan PT DAM
sendiri
menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Masyarakat Bandung Utara
(AMBU) Aceng
Satya, sudah berlangsung sejak 2000 dan mulai ramai pada 2006. Ia
mengatakan
bahwa masyarakat sudah berkali-kali mengajukan sertifikat kepemilikan
tanah kepada
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung, namun tidak pernah
ditanggapi.
“Masyarakat kesulitan mendapatkan sertifikat.
Sedangkan PT DAM bisa mendapatkan sertifikat tanah dalam waktu 15 hari
saja,”
ujarnya.
Aceng juga menuturkan bahwa tanah seluas 84.3
hektar
dan dimiliki 943 orang yang jadi sengketa ini dulunya merupakan tanah
negara
yang diberikan kepada para pejuang. Lalu tanah tersebut dikembangkan
oleh
Yayasan Bandung Baru. Namun pengelolaan tersebut tiba-tiba dibatalkan
oleh
Menteri Agraria saat itu, Soni Harsono dan dinyatakan tidak berlaku
lagi.
“Ini saja secara hukum sudah salah karena yang
bisa
membatalkan itu hanya pengadilan,” lanjutnya.
Selain protes mengenai kepemilikan tanah,
masyarakat
juga mengkhawatirkan pengerukan jalan ini akan berimbas pada kerusakan
lingkungan. Menurut warga, jika tanah tersebut dikeruk maka akan terjadi
longsor dan banjir di daerah tersebut.
“Ini pengerukan ketiga. Dulu pas pengerukan
pertama
saja, banjir ke bawah,” ujar Oneng.
Balyan Hasibuan, SH., pengacara PT DAM yang
hadir di lokasi
mengatakan bahwa PT DAM berhak mengeruk tanah tersebut karena tanah
tersebut secara
hukum milik PT DAM. Ia mengatakan PT DAM memiliki surat-surat resmi
kepemilikan
tanah, perizinan yang lengkap dari dinas terkait, surat rekomendasi dari
Komisi
C DPRD Kota Bandung, termasuk surat kesepakatan dengan warga yang
diwakili
Rukun Warga (RW) masing-masing.
“Tanah ini
milik PT DAM, sudah menjadi hak kami jika
kami membongkarnya. Jadi menurut saya
keberatan warga tidak berdasar kepada hukum. Kalau mereka merasa
keberatan atas
pembongkaran ini, silakan ajukan tuntutan ke pengadilan baik secara
pidana
maupun secara perdata,” ujarnya.
Selain itu ia juga mengatakan PT DAM mendapat
surat
dari PLN yang meminta PT DAM agar memindahkan jalan ini karena ada
Saluran
Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). Jalan alternatif yang dibangun di
samping
jalan yang disengketakan, lanjutnya, tidak akan ditutup dan bisa
digunakan
warga.
“Jadi pembongkaran ini tidak semata-mata karena
kami
membangun tanah ini, tapi juga ada permintaan dari PLN karena jalan ini
berbahaya bagi kendaraan,” lanjutnya. (jb1)
Berita Terkait