Inneke Koesherawati Segera Diperiksa oleh KPK, Kali Ini Terkait Perusahaan Suaminya

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan terhadap bintang film Indonesia tahun 90-an Inneke Koesherawati

Editor: Ichsan
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Inneke Koesherawati menjawab pertanyaan dalam persidangan. 

TRIBUNJABAR.ID - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan terhadap bintang film Indonesia tahun 90-an Inneke Koesherawati.

Inneke akan memberikan kesaksian atas kasus suap terkait pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P 2016 untuk Bakamla (Badan Keamanan Laut) RI.

"Yang bersangkutan akan diperiksa untuk tersangka PT Merial Esa," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (1/7/2019).

Selain Inneke, penyidik KPK juga akan memeriksa beberapa saksi lainnya untuk PT Merial Esa, yaitu Direktur Utama PT Merial Esa Syukri Gunawan, dua wiraswasta Danang Sriradityo Hutomo dan Siti Sriyati Mutiah, satu unsur swasta atas nama Atras Mafazi. Penyidik KPK juga bakal memeriksa PT Merial Esa sebagai tersangka.

PT Merial Esa merupakan tersangka kedelapan dalam perkara ini. Perusahaan tersebut merupakan milik Fahmi Darmawansyah, suami Inneke.

KPK juga telah membekukan uang senilai Rp 60 miliar yang berada di rekening yang terkait dengan PT Merial Esa. Pembekuan uang tersebut merupakan bagian dari upaya KPK mengejar keuntungan yang diperoleh PT Merial Esa dalam menggarap proyek satelit monitoring di Bakamla.

HUT ke-73 Bhayangkara, Ditpolairud Polda Jabar Gelar Upacara Tabur Bunga di Perairan Cirebon

Proyek itu diperoleh PT Merial Esa yang dimiliki Fahmi Darmawansyah, suami dari Inneke dengan menyuap mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar Fayakhun Andriadi untuk mengurus anggaran di DPR. KPK menduga, PT Merial Esa menggunakan bendera PT Melati Technofo Indonesia yang juga milik Fahmi untuk menggarap proyek satelit monitoring Bakamla.

Diketahui, KPK menetapkan PT Merial Esa sebagai tersangka kasus dugaan suap proses pembahasan dan pengesahan anggaran pada Bakamla untuk proyek pengadaan satelit monitoring dan drone dalam APBN-P 2016.

Dalam kasus ini, PT Merial Esa diduga secara bersama-sama memberikan serta menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait proses pembahasan dan pengesahan anggaran dalam APBN‎-P 2016 untuk Bakamla RI. Komisaris PT Merial Esa Erwin Sya'af Arief diduga berkomunikasi dengan Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Fayakhun Andriadi untuk mengupayakan agar proyek satelit monitoring di Bakamla masuk dalam APBN-P 2016.

Erwin menjanjikan fee tambahan untuk Fayakhun Andriadi jika berhasil meloloskan permintaannya. Total komitmen fee dalam proyek ini yaitu 7 persen dan 1 persen di antaranya diperuntukkan untuk Fayakhun Andriadi.

Firefox Preview, Browser yang Menjamin Bakal Lebih Cepat Berselancar di Internet

Sebagai realisasi commitment fee, Fahmi Darmawansyah, Direktur PT Merial Esa saat itu memberikan uang kepada Fayakhun Andriadi sebesar USD911.480 atau setara sekitar Rp12 miliar yang dikirim secara bertahap sebanyak empat kali melalui rekening dari Singapura dan Guangzhou Tiongkok.

Proses pemberian suap ini diduga dilakukan oleh orang-orang berdasarkan hubungan kerja ataupun hubungan lain di PT Merial Esa yang bertindak dalam lingkungan korporasi. PT Merial Esa merupakan korporasi yang disiapkan akan mengerjakan proyek satelit monitoring di Bakamla setelah dianggarkan dalam APBN-P tahun 2016.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, PT Merial Esa disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 ‎Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.

PT Merial Esa yang dimiliki Fahmi Darmawansyah, suami artis Inneke Koesherawati merupakan tersangka ke delapan terkait kasus ini. Fahmi sendiri telah divonis bersalah dan dihukum 2 tahun 8 bulan pidana penjara dan denda Rp150 juta.

Detik-detik Adrien Rabiot Tiba di Turin, Juventus Sebentar Lagi Resmikan Perekrutannya

Enam pihak lainnya yang dijerat terkait kasus ini, yaitu Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi yang dihukum 4 tahun 3 bulan pidana penjara dan denda Rp200 juta, Kabiro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan dihukum 4 tahun pidana penjara dan denda Rp200 juta. Dua anak buah Fahmi, yakni M. Adami Okta dan Hardy Stefanus dihukum masing-masing 1 tahun 6 bulan pidana penjara dan denda Rp100 juta.

Sementara Fayakhun dihukum 8 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar serta hak politiknya dicabut selama 5 tahun setelah menjalani masa hukuman pokok. Satu pihak lainnya yang dijerat KPK terkait kasus ini, yakni Erwin Sya'af Arief masih dalam proses penyidikan.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved