Mahasiswa Fisip Unpas: 'People Power' Jangan Didengungkan untuk Kepentingan Elite Semata
Seiring akan berakhirnya proses hasil rekapitulasi perhitungan suara pada Pemilihan Umum (pemilu) 2019, istilah "people power" semakin didengungkan
Penulis: Haryanto | Editor: Tarsisius Sutomonaio
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Cipta Permana
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG- Seiring akan berakhirnya proses hasil rekapitulasi perhitungan suara pada Pemilihan Umum (pemilu) 2019, istilah "people power" semakin ramai didengungkan di tengah masyarakat.
Melihat kondisi tersebut, sejumlah organisasi mahasiswa berharap ada nilai positif yang dapat diambil dari gerakan tersebut.
"Kami berharap kepada pemuda dan mahasiswa di Indonesia dapat mengambil nilai positif dari aksi 'people power' ini. Jangan sampai hanya dimanfaatkan oleh para elite politik," kata Ketua Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Bandung, Rizky Yusro usai acara diskusi Positive People with Positive Power di Kampus FISIP Unpas, Jalan Lengkong Besar, Kota Bandung, Jumar (10/5/2019).
Menurutnya, daripada membuat perpecahan di antara kelompok masyarakat, pemuda saat ini harus mampu menciptakan karya kreatif yang memiliki manfaat nyata bagi masyarakat luas.
"Maka kita upayakan bagaimana gerakan ini, murni dari atas nama rakyat dan bukan kepentingan elite politik semata," ucapnya.
• Sore Ini, Persib Bandung Lauching Skuat dan Jersey di Hotel Savoy Homann
• Terbukti Pungli Soal Pembuatan Paspor, Pegawai Imigrasi Bandung Dijerat Pasal Suap
Hal senada disampaikan oleh Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Bandung, Antonius Doni.
Menurutnya, upaya power people harus benar-benar digunakan demi kepentingan masyarakat sehingga tidak ada penggiringan yang dapat berakibat terjadinya konflik.
Dekan Fisip Unpas, Budiana, mengatakan diskusi ini digagas oleh para mahasiswa untuk turut serta bersumbangsih bagi kondisi sosial politik.
Diskusi itu, ucapnya, untuk membangun cara berpikir positif dari kaum muda Indonesia, khususnya di Jawa Barat dan Kota Bandung.
"Sehebat dan sepintar apapun logika serta filsafat yang digunakan bila memiliki potensi memecah belah kondisi bangsa ini, sseorang harus diberi sanksi sosial. Maka dari itu, dasar pemikiran kita harus bisa bersatu kembali. Inilah yang dibutuhkan Indonesia," katanya.