BBKSDA Jabar Didemo, Ratusan Orang Tolak Penurunan Status Cagar Alam Kamojang dan Papandayan

Ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Cagar Alam Jawa Barat melakukan unjuk rasa di depan Kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA)

Penulis: Cipta Permana | Editor: Dedy Herdiana
TRIBUN JABAR/CIPTA PERMANA
Ratusan orang dari beragam komunitas konservasi, pencinta, dan pegiat lingkungan hidup di Jawa Barat yang tergabung dalam Aliansi Cagar Alam Jawa Barat melakukan unjuk rasa di depan Kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam ( BBKSDA) Jawa Barat, Kamis (14/2/2019). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Cipta Permana

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Ratusan orang dari beragam komunitas konservasi, pencinta, dan pegiat lingkungan hidup di Jawa Barat yang tergabung dalam Aliansi Cagar Alam Jawa Barat melakukan unjuk rasa di depan Kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam ( BBKSDA) Jawa Barat, Kamis (14/2/2019).

Mereka menyampaikan aspirasi terkait tujuh hal kekeliruan argumen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengenai perubahan dan penuruan fungsi kawasan cagar alam Kamojang dan Gunung Papandayan yang tertuang pada rilis resmi KLHK dengan Nomor: SP.042/Humas/PP/HMS.3/01/2019.

Tujuh poin yang disuarakan tersebut, di antaranya disebutkan bahwa KLHK kerap berdalih bahwa sebelum adanya kawasan cagar alam, di wilayah tersebut telah ada eksplorasi panas bumi dan menyusul penetepan luasan cagar alam.

KLHK menurunkan status kawasan cagar alam Kamojang dan Gunung Papandayan, menjadi taman wisata alam (TWA) melalui surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan Nomor SK.25/MENLHK/SETJEN/PLA.2/1/2018.

Perwakilan Walhi Jawa Barat, Dedi Kurniawan mengatakan, bahwa pihaknya ingin BBKSDA Jawa Barat dapat menjembatani aspirasi dan tuntutan dari Aliansi Cagar Alam Jawa Barat kepada KLHK.

"Hari ini kami datang ke sini, untuk menyampaikan rasa cinta dan menyuarakan aspirasi kami kepada pihak BBKSDA Jabar, tentang tuntutan pencabutan SK Menteri KLKH juga penolakan penurunan status kawasan cagar alam di Kamojang dan Papandayan menjadi taman wisata alam," ujarnya di sela orasi di depan kantor BBKSDA Jawa Barat, Jalan Gede Bage Selatan, Kota Bandung, Kamis (14/2/2019).

Gempa Berkekuatan 5 SR Guncang Banten dan Malang, Hari Ini 14 Februari

Dedi menuturkan, di dua lokasi kawasan cagar alam tersebut, kini lebih dari 4000 hektar lahan hutan telah di eksploitasi secara besar besaran, sehingga flora dan fauna di dalamnya terganggu habibatnya dari aktivitas tersebut. Padahal menurutnya, secara jelas telah diatur dalam undang-undang, bahwa terdapat perbedaan pemberlakuan antara kawasan cagar alam dan taman wisata alam.

Dimana dalam UU Nomor 5 Tahun 1990, Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, disebutkan bahwa kawasan cagar alam merupakan area yang dilindungi oleh undang-undang, maka siapapun tidak dapat memasuki dan beraktivas di dalamnya tanpa seizin pemerintah, maka ada sanksi bagi pelanggarnya.

Sedangkan TWA merupakan kawasan yang bisa di eksploitasi oleh siapapun dan untuk kepentingan apapun.

"Kami semua mencintai makhluk hidup disana, perubahan status fungsi kawasan dari cagar alam dan taman wisata alam, tentu akan berpengaruh pada kondisi flora dan fauna disana. Karena dengan jelas disebutkan dalam undang-undang bahwa, perbedaan antara cagar alam dan taman wisata alam (TWA) dan inilah yang selama ini kami khawatirkan, dan lebih dari lima tahun kami perjuangkan kelestasrian dari cagar alam itu," ucapnya.

Untuk itu Dedi menambahkan, kedatangan pihaknya hanya ingin menyampaikan bagaimana kronologis yang sebenarnya terjadi tahun 2009-2018 bahwa DPR RI, Pemerintah Pusat, dan BBKSDA telah membuat kolaborasi kejahatan lingkungan, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10/2010 dan Nomor 11/2011 terkait perubahan tata cara penurunan status cagar alam.

"Seharusnya proses penurunan status dari cagar alam, melalui usulan untuk mendapat rekomendasi dari kepala daerah setempat, baik itu gubernur, bupati, atau walikota. Tapi yang terjadi hanya dari BBKSDA saja sebagai turunan dari KLKH, ini jelas terjadi pelanggaran, karena sampai Tahun 2015 tidak ada satupun rekomendasi yang diberikan oleh kepala daerah, sebagai pemegang penuh kebijakan kedaerahan," ujar Dedi.

Oleh karena itu, ia berharap kegiatan ini menjadi sebuah penyadaran bagi seluruh masyarakat, terlebih lagi bagi para pemegang penuh kebijakan. Bahwa penurunan status dari sebuah kawasan akan berdampak terhadap kerusakan ekologis dan berpotensi mengundang berbagai bencana alam yang akan terjadi.

"Jadi intinya kami ingin mereka sadar bahwa apa yang dilakukan dengan pembiaran penurunan status dari sebuah kawasan merupakan kesalahan besar, yang dapat berdampak kesusakan ekologis dan mengundang datangnya bencana alam," katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved