Kasus Proyek Meikarta

Kadiskar Bekasi Sebut Uang Rp 1 M dari Meikarta Resmi Sesuai Perda tentang Bangunan dan Gedung

Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Sahat Banjarnahor menyebutkan uang Rp 1 miliar lebih dari terdakwa kasus suap

Penulis: Mega Nugraha | Editor: Ichsan
Tribunjabar/Mega Nugraha
Sidang kasus suap Meikarta di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (28/1/2019). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna

TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG - Kepala Dinas Pemadam Kebakaran (Kadiskar) Pemkab Bekasi, Sahat Banjarnahor menyebutkan uang Rp 1 miliar lebih dari terdakwa kasus suap perizinan proyek Meikarta, Henry Jasmen, ‎merupakan uang resmi.

Di persidangan Senin (28/1/2019), ia mengakui uang Rp 1 miliar diterima empat tahap oleh ia dan Asep Buchori selaku Kabid Penyuluhan dan Pencegahan Kebakaran. Uang itu menurut dakwaan jaksa, untuk mempercepat proses pemberian izin pemasangan alat pemadam kebakaran di 53 tower dan 13 basement.

‎Uang Rp 1 miliar merupakan komitmen antara Sahat Banjarnahor dan Asep Buchori dengan pengembang Meikarta terkait pemasangan alat pemadam kebakaran di tiap unit tower Rp 20 juta. Surat permohonan ini sendiri diajukan oleh Edy Dwi Soesianto dari Meikarta.

Pemasangan instalasi alat damkar tersebut berbentuk rekomendasi alat proteksi pemadam kebakaran sebagai salah satu syarat pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

‎"Uang yang saya terima itu resmi, berdasarkan Perda Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Bangunan Gedung Pasal 55 ayat 3 yang menyebutkan pemeriksaan pencegahan kebakaran semua biaya di dalam pelaksanaan ditanggung pemilik gedung," ujar Sahat di muka persidangan. Ia hadir sebagai saksi.

Saat kejadian itu berlangsung, ia mengaku baru menjabat Kepala Dinas Pemadam Kebakaran selama satu bulan setelah sebelumnya menjabat Kepala Satpol PP Pemkab Bekasi. Menurutnya, untuk memberikan rekomendasi, pihaknya harus melewati 10 tahapan. Salah satunya, studi banding ke Pemprov DKI Jakarta.

Bus Bima Suci Terguling di Tol Cipularang, Total 7 Orang Tewas, 6 di TKP dan 1 di Rumah Sakit

"Saya tanya ke Asep Buchori, apakah uang ini bermasalah, saya diberi tahu bahwa uang ini resmi sesuai Perda tentang Bangunan Gedung," ujar Sahat.

Sebagai catatan, penelusuran Tribun di Perda tentang Bangunan Pasal 55 ayat 1 menyebutkan soal kewenangan pemeriksaan pekerjaan pembangunan dengan persyaratan ‎pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.

Ayat 3 sebagaimana disebut Sahat, mengatur soal pembiayaan ‎pelaksanaan tugas sebagaimana diatur di ayat 1 menjadi tanggungan pemilik yang bersangkutan. Kedua ayat di pasal itu tidak mengatur soal rekomendasi pemberian izin pemasangan alat instalasi pemadam kebakaran.

‎Dari total Rp 1 miliar 60 juta itu, Sahat mendapat uang Rp 600 juta lebih dan sisanya diterima oleh Asep Buchori. Sahat juga menyetorkan uang Rp 30 juta untuk Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin yang sedari awal meminta Sahat mempercepat proses perizinan.

"Rp 600 juta itu untuk pengawasan dan untuk kepentingan pribadi saya. Sisanya oleh Asep Buchori," ujar Sahat. 

Han‎ya saja, Asep Buchori membantah uang Rp 600 juta itu untuk pengawasan pencegahan kebakaran. "Enggak ada itu Pak," ujar Asep. Pada proses pemberian uang Rp 1 miliar lebih itu, Asep Buchori dilibatkan. Ia bahkan menerima uangnya.

Asep Buchori mengaku menggunakan uang itu untuk kepentingan pribadi. "Saya pakai untuk sumbangan ke masjid, sunatan massal dan kepentingan lain," ujarnya.

Adapun dalam kasus suap ini, Sahat Banjarnahor turut ditetapkan sebagai tersangka bersama Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kepala DPMPTSP Dewi Tisnawati dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi.

Adapun dari unsur swasta yakni Billy Sindoro, Fitradjadja Purnama, Henry Jasmen dan Taryudi.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved