Moeldoko Tahu Ada Pihak Tak Setuju Koopssusgab Diaktifkan, Lalu Ia 'Semprot' dengan Kalimat Ini

Kepala Kantor Staf Presiden Jenderal (Purn) Moeldoko mengetahui ada pihak-pihak yang tidak setuju Koopssusgab TNI diaktifkan lagi.

Editor: Dedy Herdiana
KOMPAS.com/ MOH NADLIR
Kepala Staf Presiden Moeldoko ketika ditemui di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat (11/5/2018). 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Kepala Kantor Staf Presiden Jenderal (Purn) Moeldoko mengetahui ada pihak-pihak yang tidak setuju Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI diaktifkan lagi.

Ia pun "menyemprot" pihak-pihak yang menganggap aksi teror belakangan ini hanya masalah kecil, yang tak perlu ditangani oleh satuan elite TNI.

"Ini ada yang bilang 'ini kan masih nyamuk kenapa sih mesti digerakkan kembali Koopssusgab?" ujarnya dalam acara seminar terkait dengan RUU Antiterorisme, Jakarta, seperti dikutip Tribunjabar.id dari Kompas.com, Selasa (22/5/2018).

Baca: Awas! Generasi Milenial Terancam Kanker Berbahaya, Simak Penjelasan dan Cara Mencegahnya

Baca: Antara Soeharto dan Jokowi Siapa Presiden Terbaik? Fadli Zon dan Budiman Kukuh Pilihannya Berbeda

"Mudah-mudahan yang ngomong nyamuk, digigit nyamuk betul nanti," sambung mantan Panglima TNI tersebut.

Moeldoko menegaskan, pengaktifan kembali Koopssusgab TNI sudah disetujui oleh Presiden Jokowi.

Keputusan ini diambil setelah Presiden menilai bahwa kondisi sudah genting pasca serangan teroris.


Meski begitu kata dia, tim gabungan pasukan elite TNI AD, TNI AL, dan TNI AU itu tidak akan sembarangan diturunkan.

 Koopssusgab baru akan turun bila ada situasi yang dinilai mengancam keamanan negara, termasuk aksi terorisme.

Sebelumnya, pengaktifan kembali Koopssusgab menuai pro dan kontra.


Direktur Eksekutif Institute for Defense, Security, and Peace Studies Mufti Makarim misalnya, menilai rencana pengaktifan Koopsusgab TNI tak relevan dengan proses pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) yang tengah berjalan.

Mufti mengatakan, aspek penindakan hanya menjadi bagian kecil dari berbagai aspek dalam penanganan terorisme.

Sementara, RUU Antiterorisme lebih mentitikberatkan pada aspek pencegahan, deteksi dini, kontra-radikalisme dan deradikalisasi.

Politisi PPP Arsul Sani juga sempat menyarankan agar pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan menunggu Revisi Undang-undang Antiterorisme Nomor 15 Tahun 2003 selesai.

Sumber: Kompas
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved