Jaksa KPK Tolak Dakwaan Miranda Disebut Daluwarsa
Tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menanggapi eksepsi atau nota keberatan tim pengacara terdakwa Miranda S Goeltom.
Tanggapan tersebut dibacakan tim jaksa KPK yang diketuai Supardi dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (27/7/2012). "Kiranya sangat tidak beralasan bila mengatakan bahwa Pasal 13 Undang-Undang Tipikor dalam dakwaan ketiga dan keempat telah daluwarsa," kata Jaksa Supardi.
Dalam eksepsinya yang dibacakan pada persidangan sebelumnya, tim pengarca Miranda menilai Pasal 13 UU Tipikor yang menjadi dasar dakwaan ketiga dan keempat Miranda telah daluwarsa. Menurut pengacara Miranda, sesuai dengan Pasal 78 ayat 1 butir ke-2 KUHP, kewenangan menuntut pidana dapat hapus karena daluwarsa. Suatu dakwaan dinyatakan daluwarsa apabila ancaman pidananya paling lama tiga tahun penjara dan sudah lewat enam bulan dari waktu kejadian perkaranya.
Adapun Pasal 13 UU Tipikor yang menjadi dasar dakwaan ketiga dan keempat, memuat ancaman hukuman maksimal tiga tahun penjara. Kemudian peristiwa pemberian cek perjalanan ke anggota DPR RI terkait pemenangan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia terjadi pada Juni 2004 sesuai dakwaan, atau lebih dari enam tahun yang lalu.
Menanggapi hal ini, jaksa Supardi berpendapat, yang harus dikedepankan dalam menyusun surat dakwaan adalah nilai keadilan dan kemanfaatannya. Jaksa tidak sekadar terpaku pada nilai formal yang diatur dalam undang-undang. "Nilai keadilan dan kemanfaatan haruslah dikedepankan dibanding nilai formalistik yang berdampak pada rigiditas dalam penerapan hukum yang bisa berdampak pada terhambatnya proses pemberantasan tindak korupsi sebagai salah satu kejahatan yang sifatnya luar biasa dan cenderung teroganisir," ungkap Supardi.
Apalagi, menurutnya, kasus dugaan suap cek perjalanan ini merupakan rangkaian proses panjang yang terungkap sejak 2009. Tersangka dalam kasus ini sudah disidangkan sejak 2010 sampai 2012. Dengan demikian, kasus ini menjadi satu yang dinanti masyarakat banyak dengan harapan KPK dapat menjerat semua pihak yang terlibat sesuai hukum.
"Sehingga, ada kalanya akan terlihat berbenturan dengan hal-hal yang bersifat formal," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Supardi, tim jaksa KPK berkesimpulan bahwa keberatan tim pengacara terdakwa sangat tidak beralasan sehingga harus ditolak majelis hakim. Tim jaksa KPK juga meminta majelis hakim memutuskan untuk melanjutkan persidangan Miranda dengan memeriksa saksi-saksi.
Miranda didakwa menyuap anggota DPR 1999-2004 terkait pemenangannya sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004. Jaksa mendakwa Miranda dengan dakwaan yang disusun alternatif. Dakwaan alternatif pertama, melanggar Pasal 5 ayat 2 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dakwaan alternatif kedua, Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP. Alternatif ketiga, Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Alternatif keempat, Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-2 KUHP. Ancaman hukumannya, maksimal lima tahun penjara.
Menurut jaksa, Miranda bersama-sama Nunun Nurbaeti atau masing-masing bertindak sendiri, memberi cek perjalanan Bank Internasional Indonesia (BII) senilai Rp 20,8 miliar melalui Ari Malangjudo ke anggota DPR 1999-2004, antara lain, Hamka Yandhu (Fraksi Partai Golkar), Dudhie Makmun Murod (Fraksi PDI Perjuangan), dan Endin Soefihara (Fraksi PPP).
Cek Perjalanan senilai Rp 20,8 miliar tersebut merupakan bagian dari total 480 cek perjalanan BII senilai Rp 24 miliar. Nunun divonis dua tahun enam bulan penjara karena dianggap terbukti sebagai penyuap dalam kasus ini. (*)